Total Tayangan Halaman

Rabu, 03 Juni 2015

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia: Pemaknaan Kedaulatan dan Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia



Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia:
Pemaknaan Kedaulatan dan Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia[1]
Rendy Wahyu Satriyo Putro[2]
Abstrak          : Proklamasi Kemerdekaan RI merupakan awal dari lahirnya Negara Indonesia dan awal dimulai kehidupan kenegaraan Indonesia. Diawali dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Keinginan penyatuan Nusantara telah digagas oleh para pemimpin Nusantara sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu Buddha, mulai dari konsep Cakrawala Mandala Dwipantara dari Kertanegara hingga Hamukti Palapa Mahapatih Gadjah Mada, penyatuan Indonesia dimulai hingga sekarang menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. 17 Agustus 1945 merupakan momen penyatuan Nusantara di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kata Kunci    : Proklamasi, Kedaulatan, Lahirnya Indonesia
Pendahuluan
Negara adalah salah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolitis terhadap kekuasaan yang sah (Budiardjo, 2008: 49). Sebuah negara dikatakan merdeka dan berdaulat apabila memiliki 4 syarat mutlak, yaitu memiliki wilayah, memiliki warga negara/rakyat (semua rakyat mendukung), memiliki lembaga-lembaga negara atau pemerintah (eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lain sebagainya), serta mendapatkan pengakuan kedaulayan dari negara lain baik secara de facto (sesuai dengan kenyataan) maupun de jure (resmi secara hukum). Keempat syarat tersebut mutlak ada pada negara yang berdaulat[3], apabila ada satu syarat tidak terpenuhi, maka negara tidak dapat dikatakan berdaulat. Sehingga, ketika sebuah bangsa atau pun suatu rakyat menginginkan kemerdekaan maka harus memiliki wilayah atau daerah yang memiliki batas-batas secara administrasi, kemerdekaan yang didukung oleh seluruh rakyat yang tinggal pada wilayah tersebut, berdaulat dan memiliki lembaga-lembaga negara yang secara resmi untuk mengatur dan mengelola negara tersebut, serta yang terakhir adalah adanya pengakuan kemerdekaan dari negara lain dengan dibukanya kedutaan besar negara lain di negara tersebut. Lantas, bagaimana dengan kemerdekaan Indonesia?
Kita ketahui bahwa Indonesia sebelum merdeka merupakan koloni dari Negeri Belanda yang telah lama menjajah Indonesia secara perlahan-lahan hingga menjadi wilayah seperti sekarang ini. Dalam penentuan sampai mana batas-batas wilayah Indonesia, terjadi banyak perdebatan di kalangan bapak pendiri bangsa. Hingga akhirnya Soekarno mengatakan bahwa wilayah Republik Indonesia adalah bekas jajahan Hindia Belanda. Sehingga, wilayah yang diklaim menjadi wilayah kedaulatan Republik Indonesia adalah bekas jajahan Hindia Belanda yang terdiri dari belasan ribu pula yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Minangas sampai Pulau Rote. Sehingga, ada pandangan pula bahwa Indonesia berdiri karena adanya Belanda karena wilayah Indonesia adalah wilayah dari jajahan Belanda di Hindia Belanda. Atau dengan kata lain Belanda adalah salah satu atau ikut mengambil bagian dalam penyatuan Nusantara menjadi Indonesia. Terlepas dari hal tersebut, memang tidak mudah menyatukan Indonesia seperti sekarang. Mulai dari konsep Cakrawala Mandala Dwipantara dari Kertanegara hingga Hamukti Palapa Mahapatih Gadjah Mada, penyatuan Indonesia dimulai hingga sekarang menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak serta merta Indonesia berdiri menjadi sebuah negara, dan tidak serta merta Republik Indonesia memiliki empat syarat sebuah negara merdeka. Banyak peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi Indonesia menjadi sebuah Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Bahkan, bagaimana sebuah negara Indonesia yang telah menyatakan kemerdekaannya dapat mampu bertahan menjadi sebuah negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur yang sesuai dengan pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia. Bahkan menjadi sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dalam usia-usia mudanya mampu membuat dunia gempar. Selanjutnya, apakah perjuangan sampai pada proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia saja? Bagaimana memaknai peristiwa kemerdekaan Republik Indonesia dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia?
Kita ketahui sendiri bahwa contohnya negara-negara Arab yang memiliki satu bahasa yaitu bahasa Arab sehingga disebut sebagai negara-negara Arab yang merupakan satu bangsa, yaitu bangsa Arab saja satu bangsa dapat terpecah-pecah menjadi beberapa negara, Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Bahrain. Korea yang merupakan satu bangsa dapat dipecah dalam perang dunia menjadi Korea Utara dan Korea Selatan yang dibedakan berdasarkan ideologi. Uni Soviet yang merupakan sebuah negara adi kuasa pada masa kejayaannya juga terpecah-pecah menjadi beberapa negara yang merdeka. Sedangkan apabila kita mengaca di Indonesia, Indonesia memiliki 1.128 suku bangsa (menurut BPS) yang memiliki bahasa yang beragam, budaya yang beragam, serta adat istiadat yang beragam pula. Namun, disatukan dengan bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, Pancasila sebagai dasar negara dengan semboyannya “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetap satu jua.
Namun, tidak mudah menyatukan Indonesia dalam bingkai NKRI. NKRI tak lantas terbebas dari isu-isu kebangsaan, konflik-konflik baik vertikal maupun horisontal, sentimen etnis, bahkan dengan jumlah pulau yang banyak yang disatukan laut dan jumlah penduduk yang banyak pula, serta sumber daya alam yang melimpah, tidak menutup kemungkinan adanya isu disintegrasi. Lantas, bagaimana semangat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dapat menyebar di seluruh wilayah Indonesia? Dengan keberagaman suku bangsa Indonesia yang memiliki beragam adat istiadat, budaya, dan lain sebagainya, bagaimana simbol kesatuan dan persatuan Indonesia dapat terwujud menjadi ciri Indonesia?

Perjuangan Persatuan Bangsa Indonesia (Kondisional)
Indonesia merdeka tidak serta merta berdiri menjadi sebuah negara yang diakui oleh dunia internasional sebagai negara yang berdaulat. Banyak peristiwa yang melatarbelakangi sampai Indonesia merdeka menjadi negara berdaulat seperti sekarang ini. Sebelum Indonesia merdeka, telah berdiri mendahuluinya berbagai kerajaan di bumi Nusantara. Masa kejayaan Nusantara ditunjukkan dengan berjayanya Sriwijaya[4] dan Majapahit yang menjadi dua kerajaan dengan kekuatan yang diperhitungkan dunia. Diawali keinginan Kertanegara untuk menyatukan Nusantara dengan Cakrawala Mandala Dwipantara hingga Hamukti Palapa oleh Mahapatih Gadjah Mada, Nusantara bersatu dalam bingkai kerajaan-kerajan besar tersebut pada masa kejayaannya. Terjadinya perang saudara dan perebutan kekuasaanlah yang memecahbelah Nusantara dan belum terwujudnya cita-cita tersebut hingga masa kerajaan-kerajaan Islam Nusantara belum berhasil mempersatukan Nusantara.
Ditambah dengan kedatangan bangsa barat ke Nusantara yang berusaha menguasai Nusantara karena pada masa itu. Nusantara merupakan pusat penghasil rempah-rempah. Rempah-rempah menjadi komoditi yang utama dalam perdagangan dunia dan diperebutkan oleh bangsa barat, bahkan hingga terjadinya perang salib. Perdagangan di laut tengah yang tidak aman karena perang salib sehingga menyebabkan adanya pelayaran samudera mencari sumber penghasil rempah-rempah. Hingga mereka sampai di Nusantara, akhirnya menjadi perebutan bangsa-bangsa barat untuk berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Kepulauan Nusantara dapat dianggap sebagai tempat pertemuan antara alam perdagangan Eropa Barat dan alam kebudayaan Islam yang berkembang di Hindia dan Asia Tenggara (Anshoriy dan Dri, 2008: 97).
Dalam hal ini, Belanda yang tampil dengan awalnya diwakili oleh kongsi dagangnya yaitu VOC. VOC dengan misi dagangnya berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah dan menjadi pusat perdagangan yang berkantor pusat di Batavia (Jakarta sekarang). Sejak saat itulah, perdamaian dan persatuan di Nusantara mulai terkotak-kotak dengan penerapan politik devide et empera yang dilakukan oleh VOC. Dengan politik tersebut, banyak terjadi konflik antar penguasa di Nusantara yang menyebabkan mau tidak mau Nusantara menjadi dikuasai bangsa barat. Hingga bubarnya VOC sampai Nusantara dikuasai langsung oleh pemerintah Belanda yang menjadikan Nusantara menjadi daerah koloninya hingga dinamai Hindia Belanda membuat penduduk pribumi menjadi lemah dan semakin melemah dengan legitimasi kekuasaan Belanda di Nusantara di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Belanda yang mampu menguasai daerah-daerah Nusantara di bawah pemerintah kolonial Hindia Belanda secara tidak langsung sebenarnya dapat dikatakan menyatukan wilayah Nusantara namun di bawah pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sistem-sistem pemerintahannya pun juga diatur oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda dengan persetujuan pemerintah Belanda. Bahkan, pemerintahan daerah pun diatur dibawah pemerintah kolonial Hindia Belanda. Priyayi pribumi hanya diberi kekuasaan tidak lebih dari Bupati, yang dalam hal ini pun juga masih ada pejabat kontrolir di bawah Asisten Residen, Residen, hingga Gubernur Jenderal. Secara tidak langsung, pemerintahan pribumi berada di bawah pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda sangat memengaruhi kehidupan di Hindia Belanda. Dengan minimnya peran penduduk pribumi dan lemahnya legitimasi kekuasaan penduduk pribumi, menyebabkan penduduk pribumi menjadi orang asing di negeri sendiri atau dengan kata lain tidak berkuasa di rumahnya sendiri. Walaupun terjadi perlawanan dari berbagai daerah untuk memperjuangkan hak-haknya, namun perjuangan tersebut masih bersifat kedaerahan yang mampu diseleseikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Belum adanya kekuatan perjuangan persatuan secara nasional inilah yang menyebabkan Hindia Belanda sulit mencapai kemerdekaan.
Adanya kebijakan dari pemerintah Belanda berupa politik Etis mulai yaitu politik balas budi memulai perubahan pandangan penduduk pribumi, apalagi dengan adanya kebijakan pendidikan walaupun sebatas kaum priyayi. Dengan pendidikan, penduduk pribumi menjadi sadar pendidikan, dan kesadaran kebangsaan pun mulai muncul dari kaum-kaum terdidik. Diawali dengan berdirinya Boedi Oetomo, maka dibentuk dan berkembanglah sejumlah organisasi politik dan massa yang dijadikan sebagai alat perlawanan (Anhar Gonggong dalam Sularto dan Rini, 2010: xii).
Kebijakan Etis (Ethische Politiek) setelah tahun 1900, kondisi bagi munculnya apa yang disebut oleh Robert van Niel sebagai “Elite Indonesia Modern” terpenuhi (Legge, 1993: 30). Nama yang dipakai untuk menyebut politik kolonial yang baru yaitu politik etis. Salah seorang juru bicaranya yng terkemuka ialah van Deventer, penulis artikel yang berjudul “Hutang Budi”. Ia menuntut restitusi berjuta-juta uang yang diperoleh Negeri Belanda sejak berlakunya undang-undang Comptabiliteit pada 1867 (Kartodirdjo, 2014: 38). Menurut Anthony Reid dalam Wood (2005: 59), Nasionalisme Indis  dari E.F.E Douwes Dekker yang melihat Indonesia sebagai bangsa tunggal dihasilkan oleh Belanda dan siap untuk merdeka, dilihat sebagai sesuatu yang tidak meyakinkan. Dinyatakan bahwa Indonesia adalah konstruksi artifisial yang dibawa ke sebuah keberadaan oleh kekuatan luar daripada sesuatu dengan warisan sejati yang hanya perlu dihidupkan kembali dan diperkuat.
Proses di dalam periode Pergerakan Nasional 1908-1945 berlangsung terus dalam arti perjuangan untuk menjadi bangsa dan menjadi merdeka. Di dalam periode tersebut, pendidikan menjadi bagian yang sangat penting dalam berlangsungnya perjuangan tersebut. Pendidikan memegang peranan penting dalam berlangsungnya Pergerakan Nasional 1908-1945, paling tidak mengawali langkah di dalam bentuk perlawanan baru, strategi otak dengan orang-orang yang terdidik-tercerahkan (Anhar Gonggong dalam Sularto dan Rini, 2010: xii-xiii). BPUPKI, PPKI, dan Proklamasi Kemerdekaan adalah buah dari strategi otak itu (Anhar Gonggong dalam Sularto dan Rini, 2010: xiv). Hingga ketika Jepang jatuh, Hatta dan Soekarno muncul sebagai pemimpin bangsa Indonesia yang merdeka, 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan (Wood, 2005: 143).

Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (Kausalitas)
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritzu Junbi Cosukai didirikan oleh Jepang. Lembaga itu diumumkan berdiri  tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada. Kepada rakyat Indonesia, Pemerintah Jepang mengatakan pembentukan lembaga ini merupakan realisasi janji Jepang memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia (Sularto dan Rini, 2010: 9). Belanda yang telah lama berkuasa di Indonesia saja masih tetap ingin melanggengkan kekuasaannya di Indonesia. Sedangkan Jepang yang baru saja menduduki Indonesia memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia di suatu saat nanti. Janji biasanya tinggallah janji apabila hal tersebut dirasa sudah nyaman seperti tidak ada yang dijanjikan. Namun kita ketahui bahwa posisi Jepang di Asia Pasifik raya sudah mulai terdesak pada kancah perang dunia kedua. Hal tersebut terlihat sangat jelas sekali apabila tujuan dari janji tersebut adalah untuk menarik simpati rakyat Indonesia untuk mau membantu Jepang dalam perang Asia Pasifik raya dengan janji kemerdekaan Indonesia.
Dari nama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, terkesan bahwa Jepang mengawasi kaum-kaum nasionalis Indonesia yang berusaha memerdekakan Indonesia. Jepang perlu mengetahui usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia agar tetap terkendali oleh Jepang. Sepertinya terlihat adanya sikap tidak tulus sepenuhnya untuk kemerdekaan Indonesia. Namun, dengan posisi Jepang yang semakin terdesak dan Jepang mulai melemah dalam kondisi perang Asia Pasifik raya memungkinkan kekuatan pendudukan Jepang semakin melemah. Militer Jepang di Indonesia pun semakin melemah, dan beberapa Jenderal Militer Jepang banyak yang bersimpati dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Lima hari sidang resmi pertama BPUPKI yang dipimpin Ketua BPUPKI, dr. KRT Radjiman Wediodiningrat, tanggal 28 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945, menampilkan beberapa pembicara. Mereka diminta menguraikan pandangan mereka tentang dasar-dasar negara, falsafah dasar dan rancangan undang-undang dasar (UUD). Mereka adalah Prof. Muhammad Yamin, S.H., Prof. Soepomo, S.H., dan Ir. Soekarno. Sidang resmi kedua berlangsung tanggan 10-17 Juli 1945 dengan membahas bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan UUD, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran (Sularto dan Rini, 2010: 14-15). Pertanyaan pendek namun memerlukan jawaban panjang yang argumentatif adalah ketika dr. Rajiman Wediodiningrat bertanya kepada anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada bulan Maret 1945: “Apakah dasar bagi negara merdeka kelak?”. Ir Soekarno memberi jawaban atas pertanyaan itu yang kemudian dikenal sebagai “Lahirnya Pancasila” pada 1 Juni 1945 (Zuhdi, 2014: 497).
Pada bulan Juli 1945, semua unsur di kalangan Jepang sepakat bahwa kemerdekaan harus diberikan kepada Indonesia dalam waktu beberapa bulan. Pada bulan Maret, Amerika telah berhasil merebut Iwojima dan mulai menggunakannya sebagai pangkalan pesawat pengebom untuk melancarkan serangan-serangan terhadap Jepang (Ricklefs, 2008: 442). Di tengah suasana kemunduran dan kemerosotan mental Jepang yang disebabkan pasukan Jepang di berbagai daerah mulai dikalahkan pasukan Sekutu, pada tanggal 7 Agustus 1945 Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Sularto dan Rini, 2010: 15). Hal ini sangat terlihat jelas bahwa mental Jepang semakin menurun dan berusaha mengambil hati rakyat Indonesia dengan semakin menyegerakan janji kemerdekaan Indonesia. Tugas dari PPKI adalah bertindak sebagai badan yang mempersiapkan penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Jepang kepada badan tersebut dan menyeleseikan serta mengesahkan rancangan UUD dan falsafah negara yang sudah disiapkan BPUPKI (Sularto dan Rini, 2010: 15-16). Dengan berdirinya PPKI, secara otomatis BPUPKI bubar.
Pengumuman nama-nama pengurus PPKI pada tanggal 7 Agustus 1945 dianggap sebagai sidang pertama dan menurut rencana, sidang kedua akan diselenggarakan pada tanggal 16 Agustus 1945. Semua anggota panitia adalah orang Indonesia, sementara Soekarno dan Hatta diangkat masing-masing sebagai ketua dan wakil ketua. Pada hari berikutnya, 8 Agustus, Soekarno bersama Hatta dan Dr. Rajiman berangkat ke Dalat di Indocina. Di sini mereka bersepakat dengan panglima tertinggi Bala Tentara Jepang di Asia Tenggara bahwa Indonesia akan mendapat kemerdekaan pada 24 Agustus 1945 (Caldwell dan Ernst, 1979: 149).
Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945, dengan demikian menghadapkan para pemimpin Indonesia pada suatu masalah yang berat. Karena pihak Sekutu tidak mengakhlukkan kembali Indonesia, maka kini terjadi suatu kekosongan politik, pihak Jepang masih tetap berkuasa namun telah menyerah, dan tidak tampak kehadiran pasukan Sekutu yang akan menggantikan mereka. Rencana-rencana bagi kemerdekaan yang disponsori pihak Jepang secara teratur kini tampaknya terhenti, dan pada hari berikutnya Gunseikan telah mendapat perintah-perintah khusus supaya mempertahankan status quo sampai kedatangan pasukan Sekutu (Ricklefs, 2008: 443-444).
Rencana sidang kedua PPKI gagal, pada tanggal 16 Agustus 1945 dini hari Soekarno dan Hatta diculik sejumlah pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok, Jawa Barat. Sejumlah pemuda yang dipelopori oleh anggota pasukan Pembela Tanah Air (PETA) dan mahasiswa kelompok militan mengibarkan bendera Merah Putih di Rengasdengklok, di sebuah asrama tentara Peta (Sularto dan Rini, 2010: 16-18). Penculikan ini dengan dalih melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan Peta dan Heiho. Ternyata tidak ada pemberontakan sama sekali, sehingga Soekarno dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan usaha memaksa mereka supaya menyatakan kemerdekaan di luar rencana pihak Jepang. Mereka menolak melakukan hal itu. Maeda mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan selamat, maka dia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak peduli bilamana kemerdekaan dinyatakan (Ricklefs, 2008: 444).
Menurut Taufik Abdullah dalam Sularto dan Rini (2010: 19), peristiwa Rengasdengklok sebagai peristiwa penting karena berkaitan dengan tanggal Proklamasi. Kalau karena ini, maka semua unsur dari penculikan itu tidak lebih dari sebuah gangguan, aberration saja dari proses sejarah. Karena penculikan itu Proklamasi Kemerdekaan RI mundur sehari. Sehingga Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945.

Makna Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (Kontekstual)
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan tonggak penopang “ingatan kolektif” (collective memory) yang berfungsi mengingat semangat persatuan bangsa dan menyatukan seluruh wilayah dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Rote sebagai wilayah RI. Perjalanan panjang bangsa di kepulauan untuk membebaskan diri dari penjajahan telah berlangsung sejak berabad-abad sebelumnya. Proklamasi 17 Agustus 1945 dianggap sebagai awal revolusi atau disebut juga perang kemerdekaan (Zuhdi, 2014: 509).
Menurut Bagir Manan dalam Hamidi (2006: 72), proklamasi itu merupakan bentuk pemberontakan bangsa Indonesia kepada Pemerintah Hindia Belanda (menurut kacamata pemerintan kolonial), tindakan tersebut bisa diterima karena dikehendaki dan diterima oleh masyarakat Indonesia. Sedangkan menurut Yamin (1952: 19-23), Proklamasi Kemerdekaan adalah suatu alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan yang meliputi bangsa, tanah air, pemerintahan, dan kebahagiaan masyarakat. Dengan proklamasi tersebut, terbentuklah sebuah negara baru, yakni negara Indonesia yang merdeka, dan dengan itu tatanan hukum kolonial Hindia Belanda terhapus dengan sendirinya, dan di atasnya terbentuk tatanan hukum baru (Hamidi, 2006: 73).
Fenomena yang dapat diinterpretasikan tentang Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah suatu sikap “low profile”. Sikap itu dapat dilihat dari dua fakta: pertama mengenai proklamasi kemerdekaan yang dilakukan di rumah Soekarno, di jalan Pegangsaan Timur 56, dan tidak seperti direncanakan semula yakni di Lapangan Ikada, Gambir. Kedua mengenai bunyi proklamasi kemerdekaan yang sangat singkat dan kurang tegas (setidaknya dianggap oleh golongan pemuda yang revolusioner) (Zuhdi, 2014: 35). Dari kedua interpretasi tersebut menunjukkan bahwa Proklamasi dilaksanakan dengan sederhana dengan waktu yang sesingkat-singkatnya, melihat bahwa situasi dunia yang masih berkecamuk perang dunia. Sedangkan Jepang sendiri walau telah tidak memiliki kekuasaan di Indonesia, namun diberi tugas menjaga status quo. Sehingga, agar tidak terjadi kekacauan, dengan kearifan para pemimpin Indonesia, proklamasi dilaksanakan dengan sederhana dan segera.
Rumusan proklamasi mungkin akan lebih pendek lagi apabila Moh. Hatta tidak menambahkan kalimat kedua, setelah Soekarno menuliskan, “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”. Menurut Hatta, kalimat itu tidak cukup, karena hanya merupakan suatu pernyataan abstrak tanpa isi. Selanjutnya menurut Subarjo (1972: 109) dalam Zuhdi (2014: 36) dikatakan isi, “ Kita harus mengantarkan kemerdekaan kita pada pelaksanaan yang nyatadan kita tidak mungkin dapat berbuat demikian tanpa kekuasaan berada di tangan kita. Kita harus menambahkan pikiran tentang penyerahan kekuasaan dari Jepang ke dalam tangan kita sendiri. Setelah itu timbullah pemikiran mengenai rumusan proklamasi yang tepat tentang ide penyerahan kekuasaan tersebut. Akhirnya Soekarno menuliskan kalimat, “Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara yang seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Ternyata istilah “penyerahan” pun tidak dipakai, tetapi “pemindahan”. Sikap kehati-hatian dan perhitungan yang cermat telah dipilih golongan tua untuk menyatakan proklamasi kemerdekaan dengan segala konsekuensinya (Zuhdi, 2014: 36). Yang perlu dicermati lagi adalah apa yang dimaksud dengan kalimat “dan lain-lain”. Dan lain-lain di sini adalah kelengkapan negara, baik berupa dasar negara, undang-undang, pemerintahan, lembaga-lembaga negara, wilayah, kedaulatan, lambang negara, bendera negara, lagu kebangsaan dan lain sebagainya. Karena proklamsi yang bersifat mendesak, dan pernyataan pun tidak mungkin ditulis selengkapnya, maka kalimat “dan lain-lain” pun dinyatakan dalam proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Pemerintah pusat Republik segera dibentuk di Jakarta pada akhir Agustus 1945. Pemerintah ini menyetujui konstitusi yang telah dirancang oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebelum menyerahnya Jepang. Akan tetapi, pihak Angkatan Laut Jepang meperingatkan bahwa orang-orang Indonesia yang beragama Kristen di wilayahnya tidak akan menyetujui peranan istimewa Islam, sehingga Piagam Jakarta dan syarat bahwa kepala negara haruslah seorang muslim tidak jadi dicantumkan (Ricklefs, 2008: 228).
Republik Indonesia telah lahir. Sementara itu Sekutu sebagai pihak yang menang yang hampir sama sekali tidak mengetahui apa yang telah terjadi di Indonesia selama berlangsungnya perang dengan tergesa-gesa merencanakan kedatangan mereka untuk menerima penyerahan pihak Jepang dan memulihkan kembali rezim kolonial. Akan tetapi, zaman Jepang telah menciptakan kondisi yang begitu kacau telah mempolitisasi rakyat dan telah mendorong para pemimpin dari generasi tua maupun muda untuk mengambil prakarsa sedemikian rupa sehingga pihak Sekutu menghadapi suatu perang kemerdekaan revolusioner (Ricklefs, 2008: 445).
Adanya isu bahwa Republik Indonesia buatan fasisme Jepang merupakan fenomena yang melemahkan posisi Republik, di satu pihak, akan tetapo dapat pula merupakan suatu kekuatan di pihak lain. Sebenarnya tidak tepat jika dikatakan bahwa Republik bikinan Jepang. Proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi pada saat Jepang sudah kalah perang, tetapi masih memegang kekuasaan (atas nama Sekutu) untuk menjaga status quo. Artinya bala tentara Jepang harus menghalangi atau bahkan menindas semua kegiatan yang mengakibatkan perubahan keadaan itu (Zuhdi, 2014: 35).
Bangsa Indonesia hanyalah berjuang untuk mencapai kemerdekaan yang berdasarkan hak menentukan nasib sendiri. Bahwa kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 sesungguhnya berdasarkan demokrasi dan sosialisme. Meskipun demikian, bekas pemerintah Belanda dulu dikepalai oleh van Mook dan van der Plas telah melakukan tindakan untuk menegakkan kembali pemerintah kolonial Belanda (Zuhdi, 2014: 41). Pernyataan van Mook pada 7 November 1945 tidak sesuai dengan kehendak rakyat, penuh dengan janji-janji yang tak terealisasikan, dan sebaliknya disertai tuntutan kembalinya susunan pemerintahan yang lama meskipun disertai kesanggupan akan ditempatkannya orang-orang Indonesia di jabatan-jabatan yang tinggi (Rutgers, 2012: 102).
Hal tersebut menunjukkan bahwa Belanda masih mengingingkan melanggengkan kekuasaannya di Indonesia dan tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Rakyat Indonesia sebaliknya menghendaki pengakuan atas Republik Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat penuh, meskipun atas dasar itu mereka menghendaki kerjasama yang seerat-eratnya dengan Negeri Belanda dalam berbagai aspek (Rutgers, 2012: 103). Sehingga, pada dasarnya para pemimpin Indonesia lebih menghendaki perjuangan yang bersifat diplomatis yang tidak ingin ada korban jiwa walaupun ketika terjadi banyak serangan juga melakukan perlawanan dengan bersenjata secara geriliya.

Penutup
Indonesia merdeka tidak serta merta berdiri menjadi sebuah negara yang diakui oleh dunia internasional sebagai negara yang berdaulat. Sejarah panjang yang mampu menyatukan bangsa Indonesia hingga lahirnya Negara Kesatuan Indonesia. Masa kejayaan Nusantara sebagai semangat juang untuk mempersatukan Nusantara. Perpecahan dalam kerajaan maupun kedatangan bangsa barat telah menciptakan rasa senasib sepenanggungan karena bercerai berai dirasakan sangat membuat segenap bangsa Indonesia menderita. Rasa persatuan semakin kuat ketika banyak perjuangan yang bersifat kedaerahan tidak mampu melawan penjajah dan tidak mampu menyatukan Indonesia.
Perang Dunia II memengaruhi kehidupan bernegara Hindia Belanda yang menyebabkan Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang yang akhirnya Hindia Belanda diduduki oleh Pemerintah Militer Jepang. Jepang seperti membawa angin segar bagi perjuangan yang bersifat nasional kepada Indonesia. Janji Jepang memberi kemerdekaan kepada Indonesia dibuktikan dengan pembentukan PPKI dan BPUPKI dalam merencanakan kemerdekaan Indonesia. Namun, pada akhirnya kemerdekaan Indonesia diproklamasikan sendiri oleh bangsa Indonesia ketika terjadi kekosongan kekuasaan, yaitu ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan Sekutu belum datang ke Indonesia. Hal tersebutlah yang dimanfaatkan oleh pemimpin-pemimpin nasional Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan pemberian pesan ingatan kolektif kepada generasi muda untuk mempertahankan kemerdekaan dan memajukan Republik Indonesia.




Daftar Rujukan
Anshoriy, Nasruddin & Dri Arbaningsih. 2008. Negara Maritim Nusantara: Jejak Sejarah yang Terhapus. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Caldwell, Malcolm dan Ernst Utrecht. 1979. Sejarah Alternatif Indonesia. Terjemahan oleh Saut Pasaribu. 2011. Yogyakarta: Penerbit Djaman Baroe.
Hamidi, Jazim. 2006. Makna dan Kedudukan Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia. Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul, Vol. 2 No. 2: 68-86.
Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Legge, J.D. 1993. Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan: Peranan Kelompok Sjahrir. Terjemahan oleh Hasan Basari. 2003. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Terjemahan oleh Tim Penerjemah Serambi. 2008. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Rutgers, S.J. 2012. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Sularto dan Rini Yunarti. 2010. Konflik Di Balik Proklamasi: BPUPKI, PPKI, dan Kemerdekaan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Wood, Michael. 2005. Sejarah Resmi Indonesia Modern: Versi Orde Baru dan Para Penentangnya. Terjemahan oleh Astrid Reza dan Abmi Handayani. 2013. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Yamin, Muhammad. 1952. Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Zuhdi, Susanto. 2014. Nasionalisme, Laut, dan Sejarah. Depok: Komunitas Bambu.


[1]Artikel Mata Kuliah Kapita Selekta Sejarah Indonesia
[2] S2 Pendidikan Sejarah, NIM 140731807518
[3] Sudah menjadi prinsip bahwa setiap negara tidak akan mau mengkompromikan kepada pihak mana pun mengenai hal-hal menyangkut kedaulatannya. Kedaulatan sebuah negara tercermin di dalam kemampuannya menjaga batas-batas wilayah teritorialnya dan keselamatan bangsanya (Zuhdi, 2014: 497).
[4] Cita-cita besar penggagas maritim untuk menata negara dan bangsanya, sungguh amat relevan dengan kenyataan historis kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan nasional pertama di Nusantara. Dalam panggung kawasan Asia Tenggara, kerajaan Sriwijaya tampil sebagai kerajaan yang besar, makmur, terhormat dan bermartabat (Anshoriy dan Dri, 2008: 50).

Lahir dan Berkembangnya Kepanduan Dunia hingga ke Indonesia: Dari Kepanduan hingga Gerakan Pramuka



Lahir dan Berkembangnya Kepanduan Dunia hingga ke Indonesia: Dari Kepanduan hingga Gerakan Pramuka[1]
Rendy Wahyu Satriyo Putro[2]
Abstrak            : Kepanduan dunia lahir oleh pemikiran Robert Stephenson Smyth Powell (BP) yang dikukuhkan menjadi Chief Scout of the World (Bapak Pandu Dunia). Kepanduan mulai mendunia sejak diadakannya perkemahan di Brownsea Island oleh BP untuk anak-anak dan para pemuda. Organisasi tersebut berkembang hingga ke Indonesia melalui Belanda dan di Indonesia berubah menjadi Gerakan Pramuka.
Kata Kunci    : Kepanduan Dunia, Gerakan Pramuka
Pendahuluan
Kepanduan merupakan suatu nama organisasi yang tidak asing bagi anak-anak Indonesia yang di Indonesia dikenal dengan nama Gerakan Pramuka. Gerakan Pramuka tidak serta merta muncul dengan sendirinya di Indonesia, namun berkembang sesuai dengan perjalanan bangsa Indonesia. Kepanduan sendiri merupakan saduran terjemahan di Indonesia. Kepanduan yang bahasa aslinya dari Inggris adalah Scout berkembang sebelum perang dunia hingga kini masih banyak diganderungi oleh anak-anak muda, bahkan hingga mahasiswa.
Siapa tokoh di balik berdirinya Kepanduan? Bagaimana sebuah organisasi kepemudaan tersebut dapat berkembang hingga ke seluruh dunia bahkan hingga sampai ke Indonesia dan eksis sampai sekarang? Dengan mengetahui bagaimana asal usul Kepanduan hingga seperti yang kita kenal diharapkan kita mampu memahami bagaimana sesunguhnya Kepanduan itu sendiri sejatinya. Oleh sebab itu, diawali dengan memahami perjalanan hidup penggagas atau pendiri Gerakan Kepanduan yaitu Baden Powell.
Perkembangan Kepanduan hingga ke seluruh dunia, tidak serta merta mudah begitu saja. Apabila sebuah organisasi tidak kuat atau pun tidak disenangi oleh banyak negara, maka sangat sulit organisasi tersebut mampu menyebar ke seluruh dunia. Jangankan ke seluruh dunia, ke seluruh negerinya sendiri pun juga akan sangat sulit. Sangat menarik sekali kita ketahui tentang bagaimana kepanduan dapat menyebar luas ke berbagai penjuru dunia. Hal tersebut berarti menunjukkan bahwa kepanduan merupakan organisasi yang dapat diterima oleh banyak negara. Lantas bagaimana organisasi tersebut dapat diterima oleh banyak negara dan disenangi oleh pemuda pemudi seluruh dunia?
Yang menjadi menarik adalah bagaimana riwayat kepanduan hingga sampai masuk ke Indonesia yang sampai sekarang masih tetap eksis. Kita ketahui sendiri bahwa kepanduan berasal dari Inggris dan Inggris merupakan dunia barat yang dalam pandangan orang timur dunia barat kebanyakan liberal. Sedangkan di Indonesia sendiri yang masih memegang budaya timur dan memiliki penduduk mayoritas Muslim. Kepanduan pun diperkenalkan pertama kali oleh Belanda yang notabennya merupakan penjajah negeri Indonesia. Lantas bagaimana kepanduan dapat diterima dengan baik di Indonesia dan sanggup eksis hingga sekarang?

Latar Belakang Baden Powell “Chief Scout of the World
Membahas Kepanduan Dunia tidak lepas dari Bapak Pandu Dunia, yaitu Baden Powell. Namun, siapakah Baden Powell tersebut? Akan kita bahas mengenai siapa dan bagaimana perjalana Baden Powell hingga menjadi Bapak Pandu Dunia. Bapak Pandu Dunia atau Chief Scout of the World yang sering dipanggil Baden Powell (BP) dilahirkan di London Inggri pada 22 Februari 1857 dengan nama Robert Stephenson Smyth Powell. Banyak yang mengira Baden Powell adalah nama asli Robert Stephenson Smyth Powell, karena memang yang terkenal bahwa Bapak Pandu Dunia adalah Baden Powell. Sedangkan Baden Powell sendiri merupakan nama ayah dari Robert Stephenson Smyth Powell, namun nama Baden Powell sendiri di kemudian hari menjadi nama panggilan dari Robert Stephenson Smyth Powell, yaitu Baden Powell atau biasa dipanggil BP. Nama kecil dari BP adalah Ste, Stephe atau Stephenson (paling sering dipanggil dengan nama Steevie) dan baru dipanggil dengan nama Robert atau Sir Robert setelah mendapat gelar kesatria dari Raja Inggris, Raja George V (Sunardi, 2013: 19).
Ayah BP bernama Baden Powell yang merupakan guru besar di Universitas Oxford dan juga sebagai pendeta, yang biasa disebut sebagai The Reverend Professor Baden Powell. Perkawinan ayah BP dengan Eliza (meninggal tahun 1836) tidak menghasilkan keturunan. Pada tahun 1837, ayahnya menikah lagi dengan Charlotte Pope yang meninggal pada 1844. Pasangan ini mempunyai empat orang anak, dua orang diambil anak oleh saudaranya sepeninggal ibunya dan tinggal di Irlandia, sedangkan yang dua orang lagi yaitu Charlotte Elizabeth dan Baden Henry tetap ikut ayahnya. Kemudian ayah BP menikah dengan Henrietta Grace Smyth, ibu BP, anak seorang laksamana yang juga seorang astronomer bernama William Henry Smyth. BP bersaudara berjumlah 12 orang, dan BP merupakan anak ke 10 (Djojodibroto, 2012: 102).
Profesor Baden Powell meninggal saat BP berumur 3 tahun[3]. Sepeninggal ayahnya, ibu BP mengambil keputusan untuk mengganti nama keluarga Powell menjadi Baden-Powell. Dengan demikian, nama BP yang sebelumnya Robert Stephenson Smyth Powell menjadi Robert Stephenson Smyth Baden-Powell (Djojodibroto, 2012: 103). Tidak ada yang menonjol pada BP semasa kecil, BP tergolong murid yang biasa-biasa saja, bukan yang terpandai namun malah sering mendapatkan peringatan dari guru-gurunya karena ketertarikannya bukan pada pelajaran-pelajaran pokok, tetapi kepada olah raga, hidup di luar, dan bermain sandiwara.
Setelah menemui banyak kesulitan dalam memilihkan sekolah yang tepat untuk Baden Powell seperti Rugby atau Eton, akhirnya Nyonya Henrietta Grace memasukkan Baden Powell ke Charterhouse School di tahun 1870. Di Chaeterhouse, BP sangat populer, selain pandai dalam belajar hingga meraih beasiswa, ia juga mengikuti banyak kegiatan ekstrakurikuler seperti marching band, klub menembak (Rifle Corps), teater, kegemarannya ini terus digeluti hingga berbagai pementasan drama bersama sahabatnya Kenneth Mc Laren, melukis dan menggambar, gambar/ilustrasi selalu mengisi berbagai karya tulisnya, serta juga menjadi kiper kesebelasan Charterhouse (Sunardi, 2013: 21). Dari kegiatan-kegiatannya di masa SMA yang banyak memberikan pengalaman untuk hidup itulah yang menjadi dasar nantinya bagaimana pengalaman BP dijadikan sebagai dasar pola pendidikan Kepanduan kelak nantinya.
BP sejak kecil sudah banyak mengagumi karya-karya ilmuan terkenal pada zamannya, seperti Charles Darwin, Babbage, George Elliot, G.H. Lewes, dan James Martineau. Mereka adalah ilmuan terkenal, seperti Charles Darwin yang menulis buku “The Book of Nature” dengan teori evolusinya. Babbage menulis tentang ilmu-ilmu kependudukan (populasi) (Sunardi, 2013: 20). Dari latar belakang tersebut, tokoh-tokoh tersebut secara tidak langsung memengaruhi pemikiran dan tindak laku BP. BP adalah seorang yang bertipe pekerja keras, tidak mudah putus asa dan penolong.
Ketika masa-masa lulus SMA, dan mendaftar di perguruan tinggi, BP tidak diterima di Universitas Oxford untuk mengikuti jejak ayah dan saudara-saudaranya, padahal jelas bahwa ayahnya merupakan salah seorang guru besar di Universitas Oxford. Namun saat mendaftar menjadi calon perwira, ia diterima dan masuk ke The Sandhurst Royal Military College[4]. Karena merupakan calon yang lulus mendapat rangking, maka setelah tiga bulan ia diangkat menjadi perwira berpangkat sub-lieutenant[5] dan diberangkatkan ke India bergabung dengan The 13th Hussars (suatu resimen kavaleri) pada 30 Oktober 1876 saat ia berumur 19 tahun (Djojodibroto, 2012: 104). Pengalaman di ketentaraan inilah yang nantinya akan banyak memengaruhi perkembangan berdirinya Gerakan Kepanduan di Inggris (Sunardi, 2013: 21).
Setelah dua tahun di India, BP menderita diare kronik dan terpaksa cuti sakit dan kembali ke Inggris. Setelah sembuh, BP ditugaskan ke Afganistan di mana ia pernah dioperasi untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di kakinya karena kesalahannya sendiri. Tak lama kemudian, resimen The 13th Hussars ditugaskan kembali ke India di Kota Muttra. Di sini pada umur 26 tahun, BP mendapat promosi menjadi Kapten. Pada tahun 1884 resimennya ditugaskan ke Afrika Selatan. BP mendapatkan tugas dalam secret reconnaissance mission selama satu tahun, dua tahun berturut-turut ditugaskan sebagai intelejen di Rusia, Jerman, Belgia, dan Perancis. Pada tahun 1888, BP ditarik dan bergabung dengan Jenderal Smyth (yang masih pamannya sendiri) di Afrika Selatan. Tugasnya adalah menangkap Dinizulu[6] seorang kepala suku Zulu dan membebaskan Mr. Pretorius, Mr. Pretorius dapat dibebaskan namun Dinizulu tidak dapat ditangkap[7] (Djojodibroto, 2012: 104). Antara BP dan Dinizulu saling menghormati. BP sangat mengagumi suku Zulu yang pemberani dan sikap suku ini mengilhami BP untuk diajarkan kepada pandu-pandunya. Prajurit Zulu memberi nama BP, “M’hlalapanzi atau Himlalapanzi” yang artinya orang yang menembak sambil berbaring, juga sebagai “Kantakye” yang artinya orang yang bertopi lebar (Djojodibroto, 2012: 105). Karena keberaniannya, BP mendapat julukan “Impeesa” dari suku-suku setempat seperti Zulu, Ashanti, dan Metabele, Impeesa berarti Serigala yang tak pernah tidur. Hal ini disebabkan karena sifat waspada, cekatan, dan keberanian BP (Sunardi, 2013: 23).
Pada bulan November 1895, BP ditugaskan ke Gold Coast (Ghana) menghadapi perlawanan suku bangsa Ashanti dan BP dianglat menjadi letnan kolonel. Pada 2 Mei 1896, BP berangkat ke Afrika Selatan di Kaapstadt untuk menenangkan pergolakan di Matabeleland, di sana BP mendapatkan pelajaran tentang keadilan dan rasa kemanusiaan yang mendalam. Di Afrika Selatan ini, pada umur 39 tahun BP dipromosikan menjadi kolonel dan ditugaskan ke Dublin dan kemudian dipindahkan ke India menjadi komandan The 5th Dragoons. Pada Mei 1899, BP kembali ke London, tetapi baru dua minggu ditugaskan lagi ke Afrika Selatan menjadi commander in chief tentara Inggris di perbatasan Rhodesia[8]. Selama 217 hari, BP memimpin penduduk Kota Mafeking yang dikepung dan dibombardir sejak 11 Oktober 1899 sampai 17 Mei 1900 oleh bangsa Boer[9]. BP dinilai sukses dan dianggap sebagai pahlawan bangsa Inggris. BP diangkat menjadi mayor jenderal pada umur 43 tahun. Pada Juni 1907 BP diangkat menjadi letnan jenderal (Djojodibroto, 2012: 106-109).
Di kalangan masyarakat, buku tulisan BP Aids to Scouting yang ditujukan untuk kalangan militer ternyata menarik dan dibaca oleh masyarakat sipil utamanya remaja. Oleh karena BP berfirasat kultur militer tidak cocok untuk masyarakat sipil, maka pada tahun 1908 BP menerbitkan Scouting fo Boys, yaitu Aids to Scouting versi sipil. Pada tahun 1908 diselnggarakan perkemahan kedua di Brownsea Island. Tahun 1909 BP mendapat gelar kebangsawanan Sir, sehingga namanya menjadi Sir Robert Baden Powell. Tanggal 7 Mei 1910 BP pensiun dari tentara dengan pangkat letnan jenderal. Pada 1912, ketika berumur 55 tahun, BP menikah dengan Miss Olave Saint Soames, saat itu isterinya berumur 23 tahun. Pada tahun 1929, dianugerahi gelar kebangsawanan Lord sehingga nama BP menjadi Lord Robert Baden Powell of Gilwell (Djojodibroto, 2012:  109-110).

Lahirnya Gerakan Kepanduan
Kepanduan adalah suatu sistem pendidikan kewarganegaraan dengan jalan permainan-permainan, untuk putera dan puteri. Sistem kepanduan diketemukan oleh Robert Stephenson Smyth Baden Powell. Pendidikan ini sekarang diselenggarakan oleh Gerakan Kepanduan untuk Putera[10] dan Gerakan Kepanduan untuk Puteri[11]. Tujuan kepanduan adalah menjadikan anak menjadi warganegara yang bermutu, utamanya dalam karakter dan kesehatannya, mempersiapkan manusia yang sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi, bukan mencetak pemimpin. Dari manusia yang berbudi inilah timbul pemimpin dengan sendirinya yang berakhlak mulia (Djojodibroto, 2012: 7). Menurut Baden Powell dalam Djojodibroto (2012: 9), seburuk-buruknya  manusia, ia masih mempunyai paling sedikit sifat baik sebesar 5%. Kewajiban pendidik atau pemimpin pandu adalah membuat yang 5% menjadi 80% atau 90%.
Dalam buku “B—P’s Out Look”, di dalamnya terdapat pendapat dari pencipta pendidikan kepramukaan, Lord Baden Powell yang berbunyi sebagai berikut:
”SCOUTING is not a science to be solemnly studied, NOR is it a collection of doctrine and texts. NO! It is a jolly game in the out of doors, where boy-men dan boy can go adventuring together as leader and younger brothers packing up health and happiness, handicraft and help-fulness”.
Kepramukaan bukanlah suatu ilmu yang harus dipelajari secara tekun, bukan pula merupakan suatu kumpulan dari ajaran-ajaran dan naskah-naskah buku. Bukan! Kepramukaan adalah suatu permainan yang menyenangkan di alam terbuka, tempat orang dewasa dan anak-anak pergi bersama-sama, mengadakan pengembaraan seperti kakak adik, membina kesehatan dan kebahagiaan, ketrampilan dan kesediaan memberi pertolongan (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 1983: 21).

Menurut Resolusi Konperensi Kepramukaan Sedunia tahun 1924, di Kopenhagen Denmark dalam Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1983: 21-22), menyatakan bahwa kepramukaan mempunyai tiga sifat atau ciri khas yaitu sifat:
1.      Nasional, yang berarti bahwa suatu organisasi yang menyelenggarakan pendidikan kepramukaan di suatu negara haruslah menyesuaiakan pendidikannya itu dengan keadaan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara itu. Bahkan di Indonesia yang sangat luas wilayahnya ini, pendidikan kepramukaan disesuaikan dengan keadaan dan kepentingan masyarakat setempat. Inilah yang membedakan pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah dan di negara-negara lain.
2.      Internasional, yang berarti bahwa organisasi kepramukaan di negara manapun di dunia ini harus membina dan mengembangkan rasa persaudaraan dan persahabatan antara sesama pramuka dan sesama manusia, tanpa membedakan kepercayaan/agama, golongan, tingkat, suku dan bangsa.
3.      Universal, yang berarti bahwa kepramukaan dapat dipergunakan di mana saja untuk mendidik anak-anak dari bangsa apa saja, yang dalam pelaksanaan pendidikannya selalu menggunakan prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan.

Menjelang berakhirnya abad ke-19 dan awal abad ke-20, suasana di Inggris masih terasa pait akibat adanya revolusi industri. Lingkungan sekitar tidak menguntungkan bagi perkembangan anak, banyak anak yang rusak karena pengaruh lingkungan (Djojodibroto, 2012: 60). Ketika BP meninggalkan negerinya untuk ke India pertama kalinya, Inggris dalam keadaan makmur, tetapi saat ia kembali, keadaan perdagangan lesu, gaji buruh rendah, banyak pengangguran, banyak orang suka merokok tidak henti-hentinya, banyak remaja melakukan vandalisme, pemabuk, dan pelaku kriminal, banyak orang dan anak pucat, berdada kempis, bungkuk, perokok, suka bertaruh dan berjudi (Djojodibroto, 2013: 108).
Keluarga van Raalte (Mr dan Mrs Charles van Raalte) mempunyai sebuah pulau di seberang pantai Dorset di Poole Harbour yang namanya Brownsea Island. Baden Powell (BP) meminjamnya untuk perkemahan anak-anak. Yang diajaknya berkemah adalah anak atau keponakan teman-teman BP di tentara dan anggota Boy’s Brigade di Kota Poole dan Bournemouth. Pada 31 Juli 1907, BP bersama sahabatnya Kenneth McLaren dan 22 orang anak menyelenggarakan perkemahan di Pulau Brownsea selama 10 hari. Tanggal 31 Juli 1907 itu kelak dianggap sebagai hari lahirnya gerakan Boyscout. Pada 9 Agustus 1907 perkemahan diakhiri dengan mengundang orang tua pada anggota regu kemah. Sejak itu, banyak anak yang berminat untuk berkemah dan menjadi anggota perkemahan. Era sebelum adanya perkemahan di Brownsea Island, tak seorang pun yang suka berkemah selain serdadu ( Djojodibroto, 2012: 61-64).
Pada tahun 1908 dilakukan lagi perkemahan di Brownsea Island. Para pecinta gerakan semacam ini terus bertambah sampai suatu ketika ada tanggal 4 September 1909 saat dilaksanakan The Crystal Palace Rally yang diikuti oleh 11.000 remaja, BP disambut dengan raungan selamat datang dari pandu-pandunya dan ribuan topi yang berputar di atas tongkat pandu. Saat BP membaca telegram ucapan selamat dan harapan dari Raja Edward VIII, suasana menjadi hening. Suasana yang mengawali hubungan yang erat antara kepanduan denga keluarga Raja Inggris. Suasana hening yang diciptakan oleh beribu-ribu anak ini hanya dapat terjadi bila anak bersikap disiplin, sikap yang diupayakan oleh gerakan kepanduan. Sejak saat itu kepanduan berkembang dengan pesatnya, tidak hanya di Britania dan daratan Eropa, tetapi menyeberang ke benua Amerika, selanjutnya ke seluruh dunia (Djojodibroto, 2012: 67).
Selain mendirikan kepanduan putera, BP juga mendirikan kepanduan untuk puteri dengan dibantu oleh adik perempuannya, Agnes Baden Powell yang kemudian hari dilanjutkan oleh Lady Baden Powell. Kepanduan siaga didirikan pada tahun 1916 dengan ilustrasi kegiatannya diambil dari buku yang terkenal karya Rudyard Kipling “The Jungle Book” yang berisikan cerita tentang petualangan Mowgli si anak serigala beserta teman binatangnya, Bagheera si Macan Kumbang dan juga Bugaloo si Beruang. Dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1918 BP mendirikan kepanduan untuk golongan penegak (Rover Scouts). Untuk meningkatkan kualtas para Penegak, BP menulis buku berjudul Rovering To Success (Mengembara Menuju Keberhasilan) di tahun 1922. Buku ini berkisah tentang petualangan seorang anak muda yang sedang berperahu menuju sebuah pantai (BP menyebutnya Pantai Bahagia) dengan melewati berbagai rintangan berbentuk karang-karang tajam (karang kehidupan[12]) yang berbahaya dan selalu menghalangi laju perahu pemuda tersebut (Sunardi, 2013: 33).
Pada tahun 1914 hingga tahun 1919, BP menulis buku petunjuk untuk pembina. Pada tahun 1919, BP menerima sebidang tanah dari salah seorang sahabatnya, William F. DeBois Mc. Laren untuk dipergunakan sebagai tempat bermain dan berlatih. Taman ini diberi nama Gilwell Park[13] (Sunardi, 2013: 33). Kita ketahui bahwa pada tahun 1914 hingga tahun 1918 terjadi Perang Dunia I (dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918). Banyak buku yang dihasilkan oleh BP sejak 1885 hingga 1940 dan yang terkenal adalah Aids to Scouting untuk para tentara yang sampai sekarang juga masih digunakan para tentara untuk berlatih di alam. Sedangkan untuk para pandu yang sejenis dengan Aids to Scouting namun digunakan untuk sipil berjudul Scouting for Boys yang sampai sekarang menjadi rujukan pandu-pandu.
Pada tahun 1920, dibentuklah Dewan Internasional yang mempunyai sembilan anggota dan kantor pusatnya di London, Inggris. Kemudian Dewan Internasional berubah menjadi Biro Kepanduan Sedunia (World Scout Buereau) yang di tahun 1958 kantor pusatnya berkedudukan di Kota Ottawa, Kanada. Pada tahun itu juga, tepatnya tanggal 1 Mei 1958 kantor pusatnya dipindahkan lagi ke Jenewa, Swiss (Sunardi, 2013: 34).
Selama Perang Dunia II (1939-1945) the Boy Scout berpartisipasi dalam banyak kegiatan sipil. Program-program lainnya antara lain meningkatkan keterampilan dalam pengetahuan tentang hewan dan tumbuhan, berenang, pertolongan pertama, bersemboyan, dan aktivitas lainnya (Sunardi, 2013: 3).

Sejarah Jambore Dunia
Pertemuan besar untuk para Pandu (Pramuka Penggalang) dinamakan Jambore. Jambore[14] diambil dari bahasa Swahili salah satu suku di Afrika yang artinya adalah pertemuan besar. Lord Robert Stephenson Smyth Baden-Powell pendiri Gerakan Kepanduan merencakanan sebuah kegiatan khusus untuk mengumpulkan semua pandu dari berbagai negara untuk memperingati peringatan tahun ke-10 perkemahan di Pulau Brownsea, yaitu pada tahun 1917. Pada 1917, Jambore masih merupakan rencana, karena kondisi dunia pada waktu itu masih berkecamuk Perang Dunia pertama sejak 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918. Sehingga, tidak mungkin mengumpulkan para pandu sedunia untuk mengadakan pertemuan besar.
Dikarenakan pada masa Perang Dunia I, di mana banyak sekali Pandu yang gugur, sehingga pertemuan Pandu (Jambore) pertama baru diselenggarakan pada tahun 1920 yang diselenggarakan di Olimpia London Inggris yang diikuti oleh 8000 Pandu dari 34 negara (Sunardi, 2013: 43). Pada Jambore ini BP dinobatkan sebagai Chief of the World atau Bapak Pandu Sedunia (Djojodibroto, 2012: 117). Jambore merupakan sebutan internasional untuk pertemuan besar para pandu. Sejak tahun 1920, Jambore Dunia telah dilaksanakan setiap empat tahun sekali, kecuali pada masa Perang Dunia II[15], dan dilaksanakan berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain di seluruh dunia (Sunardi, 2013: 43).
Hingga tahun 2011, Jambore Dunia telah diadakan dari negara satu ke negara lain seluruh dunia sebanyak 22 kali mulai tahun 1920 hingga 2011. Perkembangan Jambore Dunia tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Jambore Pandu Sedunia I di Olympia pada tahun 1920.
2.      Jambore Pandu Sedunia II dilaksanakan di Ermelunden, Kopenhagen, Denmark pada 9-17 Agustus 1924.
3.      Jambore Pandu Sedunia III di Arrowe Park, Birkenhead, Inggris pada 1929.
4.      Jambore Pandu Sedunia IV di Godollo, Hongaria pada 2-13 Agustus 1933.
5.      Jambore Pandu Sedunia V di Vogelenzang, Bloemendaal, Belanda pada 1937. Pada Jambore Pandu Sedunia V ini diikuti juga oleh pandu-pandu dari Nusantara ketika bangsa Indonesia masih dalam penjajahan.
6.      Jambore Pandu Sedunia VI di Moisson, Prancis pada 1947.
7.      Jambore Pandu Sedunia VII di Salzkammergut, Bad Ischl, Austria pada 3-12 Agustus 1951.
8.      Jambore Pandu Sedunia VIII di Niagara, Kanada pada 1955 yang merupakan Jambore pertama yang dilaksanakan di luar Eropa.
9.      Jambore Pandu Sedunia IX di Sutton Park, Inggris pada 1957 yang merupakan peringatan kepanduan.
10.  Jambore Pandu Sedunia X di Mt. Makiling, Los Banos, Laguna, Filipina pada 1959 yang merupakan Jambore Pandu Sedunia yang pertama kali diadakan di benua Asia.
11.  Jambore Pandu Sedunia XI di Marathon, Yunani pada 1963.
12.  Jambore Pandu Sedunia XII di Farragut State Park, Idaho, Amerika Serikat pada 1967.
13.  Jambore Pandu Sedunia XIII di Asagiri Heights, Jepang pada tahun 1971.
14.  Jambore Pandu Sedunia XIV di Lake Miosa, Lillehammer, Norwegia pada 1975.
15.  Jambore Pandu Sedunia XV yang seharusnya dilaksanakan di Iran pada tahun 1979 tidak dilaksanakan karena terjadi revolusi Iran, Raja Iran yang pada waktu itu Shah Rexa Pahlevi digulingkan rakyatnya dan digantikan Imam Komeini. Namun, pada 1983 dilaksanakan di Kananaskis Country, Alberta, Kanada.
16.  Jambore Pandu Sedunia XVI di Cataract Scout Park, New South Wales pada 30 Desember 1987 sampai 7 Januari 1988.
17.  Jambore Pandu Sedunia XVII di Mount Sorak National Park, Korea pada 1991. Pandu-pandu dari negara yang dahulunya komunis menjadi peserta untuk pertama kalinya sejak tahun 1947.
18.  Jambore Pandu Sedunia XVIII di Flevoland, Negeri Belanda pada 1995.
19.  Jambore Pandu Sedunia XIX di Picarquin, Chili pada 1999.
20.  Jambore Pandu Sedunia XX di Sattahip, Muangthai pada 2003.
21.  Jambore Pandu Sedunia XXI di Chelmsford Inggris pada 2007.
22.  Jambore Pandu Sedunia XXII di Rinkaby, Swedia pada 27 Juli sampai 7 Agustus 2011.

Kepanduan Berkembang di Indonesia hingga menjadi Gerakan Pramuka
Wabah Pramuka (scout) di dunia diawali oleh Lord Robert Boden Powel of Gilwell yang dinobatkan sebagai bapak Pramuka dunia. Dengan Gagasannya yang cemerlang dan menarik, akhirnya menyebar ke berbagai negara termasuk Netherland atau Belanda dengan nama Padvinder. Setelah merdeka nama Padvinder berubah menjadi organisasi kepanduan dan terpecah menjadi 3 himpunan organisasi. Baru tahun 1961, kepanduan – kepanduan tersebut melebur menjadi satu membentuk gerakan pramuka (Putro, 2014: 1).
Kepanduan masuk ke Indonesia (pada waktu itu masih Hindia Belanda) pertama kali dibawa oleh orang Belanda. Boyscout yang dalam bahasa Belanda disebut Padvinder berdiri di Hindia Belanda pada 1912 dengan nama Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO). Pada 1914 namanya diubah menjadi Nederlandsche Indische Padvinders Vereniging (NIPV). Banyak anak lelaki menjadi anggota padvinder termasuk anak lelaki bukan orang kulit putih, yaitu anak-anak orang bumiputera (pribumi atau inlander) (Djojodibroto, 2012: 72).
Bangsa Indonesia mulai tertarik pada organisasi tersebut dan karena sifatnya yang universal, maka organisasi kepanduan dapat dengan cepat diterima oleh bangsa Indonesia, apalagi kondisi pada waktu itu sangat memungkinkan. Para remaja dan pemuda Indonesia membutuhkan suatu organisasi yang dapat menampung aspirasi mereka terhadap tanah airnya (Sunardi, 2013: 37). Melihat banyak peminatnya dan memang sangat bermanfaat, maka lahir gerakan padvinderij lainnya. Mangkoenegoro VII pada tahun 1916 mendirikan Javaansche Padvinders Organisatie (JPO), di daerah Kasunanan Sala lahir Troeno Kembang. Pada tahun 1918 lahir Padvinder Moehammadijah yang berubah nama menjadi Hizboelwathan pada tahun 1920. Sarekat Islam membentuk Wira Tamtama yang kemudian berubah menjadi Sarekat Islam Afdeling Padvinderij. Jong Java cabang Mataram membentuk Jong Java Padvinderij (JJP) pada tahun 1921. Jong Islamieten Bond (JIB) membentuk Nationale Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) (Djojodibroto, 2012: 72). Dilihat dari beberapa organisasi politik yang mendirikan kepanduan, hal tersebut berarti adanya kesadaran dari para pemimpin organisasi politik untuk mengembangkan kegiatan kepemudaan yang bersifat positif guna membentuk semangat kebangsaan Indonesia.
Pada tahun 1923, para pimpinan padvinderij yang berazazkan memerdekakan bangsa bertemu di Bandung. Pada tanggal 3 April 1926 di Yogyakarta diadakan pertemuan antara NIPV dan organisasi padvinderij yang berazaz menuju kemerdekaan bangsa. Dalam pertemuan tersebut, terbentuklah Nationale Padvinders Organisatie (NPO), bukan Nederlands Padvinders Organisatie yang juga disingkat NPO yang lahir 1912 yang telah menjadi NIPV. Beberapa anggota NPO membentuk Jong Indonesisch Padvinders Organisatie (JIPO). Pada tahun 1928 NPO dan JIPO bergabung menjadi Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO). Pertemuan ini tidak menghasilkan kesepakatan, malahan pemerintah Hindia Belanda melarang organisasi padvinderij yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa menggunakan kata padvinderij dan padvinderij untuk organisasinya (Djojodibroto, 2012: 72-73). Pada masa pemerintah Hindia Belanda tidak pula kelewatan untuk mengawasi organisasi-organisasi yang berkembang. Pandu-pandu diperkenankan berkemah, tetapi tidak boleh mengadakan pidato-pidato. Demikianlah pidato atau uraian mengenai sejarah perjuangan Diponegoro dilarang (Rutgers, 2012: 66).
Haji Agus Salim seorang pemimpin Sarekat Islam mengusulkan agar bangsa Indonesia mengganti saja kata padvinder dengan kata “pandoe” sedangkan untuk padvinderij dengan kata “kepandoean” (Djojodibroto, 2012: 73). Istilah Pandoe (Pandu) dan Kepandoean (Kepanduan) dikemukakan pertama kali dalam kongres SIAP tahun 1928 oleh Haji Agus Salim di Kota Banjarnegara, Banyumas, Jawa Tengah (Sunardi, 2013: 38). Pada tanggal 23 Mei 1928, Dr. Moewardi, Mr. Soenarjo, Mr. Kasman Singodimedjo, Ramelan mengadakan pertemuan yang akhirnya menghasilkan federasi kepanduan yang dinamakan Persaoedaraan Antara Pandoe-Pandoe Indonesia disingkat PAPI (Djojodibroto, 2012: 73). Di tahun yang sama, tepatnya pada Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda, lagu Indonesia Raya pertama kali dikumandangkan dan sekarang menjadi lagu kebangsaan Indonesia yang dalam baitnya menyebut kata pandu beberapa kali.
Pada 13 September 1930, lahir Kepandoean Bangsa Indonesia sebagai peleburan dari Pandoe Kebangsaan (PK), Pandoe Soematra (PPS) dan INPO. Pada 3 April 1938, di Solo ada pertemuan PAPI dan KBI yang menghasilkan Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) yang merencanakan Perkemahan Kepandoean Indonesia Oemoem (Perkino) pada 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta. Saat pendudukan Jepang, pemerintahan Militer Jepang melarang berdirinya kepanduan. Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia dilaksanakan di Surakarta pada 27-29 Desember 1945 yang dihadiri oleh KBI, HW, SIAP, NATIPIJ, JPO, KAKI, Taruna Kembang, Tri Darma, Al wathoni, Hizbul Islam, Sinar Pandoe Kita, Kepandoean Rakjat Indonesia, Pandoe Kasoeltanan, Pandoe Indonesia, dan Pandoe Pasoendan untuk mendirikan Pandoe rakjat Indonesia pada 28 Desember 1945[16] (Djojodibroto, 2012: 73-75).
1 Pebruari 1947 Menteri PP dan K menetapkan Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia, namun kenyataannya pada tahun 1950 banyak organisasi kepanduan yang muncul kembali, yang akhirnya didirikanlah Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) pada 16 September 1951. Pada 1953, IPINDO diterima sebagai anggota dari Biro Kepanduan Sedunia (Djojodibroto, 2012: 77). Pada perkembangan berikutnya, dalam usaha penyatuan kembali kepanduan-kepanduan yang ada di Indonesia dalam satu kepanduan, dilakukan dengan banyak usaha. Pada tahun 1961 merupakan tonggak awal penyatuan kepanduan menjadi satu wadah yaitu Gerakan Pendidikan Kepanduan Praja Muda Karana (Gerakan Pramuka). 9 Maret 1961 diperingati sebagai Hari Tunas Gerakan Pramuka, karena merupakan titik awal terbentuknya Gerakan Pramuka. 20 Mei 1961 bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional turun Keppres RI Nomor 238 tentang Gerakan Pramuka dan merupakan Hari Awal Tahun Kerja Gerakan Pramuka. 31 Juli 1961 berkumpulnya pandu-pandu Indonesia berikrar meleburkan diri menjadi satu yang kemudian dikenal dengan Hari Ikrar Gerakan Pramuka. 14 Agustus 1961, secara resmi Gerakan Pramuka diperkenalkan di seluruh Indonesia dengan ditandai penganugerahan Panji Gerakan Pramuka oleh Presiden Soekarno, dan diperingati sebagai Hari Pramuka.
Pada perkembangannya, selain Pramuka Indonesia aktif dalam berbagai kegiatan WOSM, Pramuka Indonesia juga aktif membuat kegiatan yang bersifat internasional. Berawal dari tahun 1978 di selenggarakan Perkemahan Wirakarya Asia Pasifik di Lebakharjo Ampel Gading Kabupaten Malang pada 18 Juni hingga 19 Juli 1978 (Putro, 2014: 58). Pendidikan damai oleh UNESCO mulai dimunculkan pada tahun 1989 dan pada tahun-tahun sebelum itu UNESCO sudah memulai menyebarkan berbagai penelitian ke berbagai negara khususnya negara-negara ASEAN. Di Indonesia, Pendidikan Pramuka terpilih menjadi salah satu model pembelajaran pendidikan damai (Putro, 2014: 102-103).
1st World Comdeca (Community Development Camp) atau Perkemahan Wirakarya Dunia I adalah kegiatan perkemahan penegak pandega tingkat dunia yang diadakan di Desa Lebakharjo Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang. 1st World Comdeca merupakan realisasi dari Resolusi No. 17 Konferensi Kepramukaan Putra sedunia di Paris tahun 1990, Kwartir Nasional Gerakan Pramuka diberikan kepercayaan untuk menyelenggakan The 1st World Community Development Camp 1993 (1st World Comdeca 1993) (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 1992: 1). Kegiatan tersebut berlangsung pada tanggal 26 Juli hingga 8 Agustus 1993. Kegiatan 1st World Comdeca ini sebelumnya didahului dengan kegiatan Peran Saka Nasional yang dilaksanakan pada tanggal 1-10 Juli 1993 yang dimaksudkan sebagai uji coba kegiatan sebelum 1st World Comdeca dilaksanakan. 1st World Comdeca merupakan kelanjutan dari Perkemahan Wirakarya Asia Pasifik (PW Aspac) yang dilaksanakan pada tahun 1978 (Putro, 2014: 116-117).

Penutup
Kepanduan yang lahir di Inggris dari pemikiran seorang tentara Inggris dapat diterima tidak hanya di Inggris bahkan di luar Inggris dan menyebar ke seluruh dunia sampai Indonesia. Kalau kita lihat, hal tersebut sama halnya dengan perkembangan bahasa dunia, bahasa Inggris menjadi bahasa internasional utama di seluruh dunia. Sama halnya dengan kepanduan yang mampu menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia, tidak hanya dunia barat namun juga dunia timur.
Pemikiran-pemikiran Baden Powell tentang kegiatan pendidikan untuk mendidik pemuda pun masih dapat diterima dan eksis sampai sekarang. Bahkan buku-buku karangannya pun masih menjadi rujukan bagi yang menyenangi kegiatan alam, maupun bagi para tentara yang menempuh pendidikan militer. Jambore yang merupakan salah satu kegiatan yang mengumpulkan seluruh perwakilan pandu dari seluruh dunia merupakan kegiatan yang mampu mengakrabkan seluruh anggota pandu seluruh dunia.
Kepanduan dapat diterima di Indonesia tidak langsung seperti Gerakan Pramuka sekarang. Banyak perjalanan hidup kepanduan di Indonesia yang juga berperan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pandu dalam kiprahnya telah memiliki peran penting dalam merebut, memperjuangkan, mempertahankan, serta membangun Indonesia. Hingga saat ini, pandu Indonesia yang menjadi Gerakan Pramuka Indonesia masih eksis dan terus berkembang terutama dalam dunia pendidikan.

Daftar Rujukan
Djojodibroto, R. Darmanto. 2012. Pandu Ibuku: Mengajarkan Budi Pekerti, Membangun Karakter Bangsa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. 1983. Bahan Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Lanjutan. Jakarta: Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. 1992. Rencana Kegiatan The 1st World Community Development Camp 1993.
Putro, Rendy Wahyu Satriyo. 2014. Historiografi Gerakan Pramuka: Penelitian Sejarah Gerakan Pramuka IKIP Malang (1980-1999). Malang: Penerbit NAMS.
Rutgers, S.J. 2012. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Sunardi, Andri Bob. 2013. Boyman: Ragam Latih Pramuka. Bandung: Penerbit Nuansa Muda.


[1] Artikel Kapita Selekta Sejarah Dunia
[2] S2 Pendidikan Sejarah, NIM 140731807518
[3] 11 Juni 1860
[4] BP memutuskan untuk bergabung dengan dinas kemiliteran atas bantuan pamannya, Kolonel Henry Smyth, komandan dari Royal Military Academy di Woolwich (Sunardi, 2013: 21).
[5] Pembantu letnan
[6] Dinizulu adalah Raja Zulu sejak 1884-1889 yang merupakan putra Raja Zulu Cetshwayo, beraliansi dengan para Afrikaners (orang kulit putih keturunan Belanda) dan bersengketa dengan sepupunya, Zibhebhu yang didukung Inggris (Sunardi, 2013: 23).
[7] Pada akhirnya Dinizulu menyerah juga dan diasingkan ke St. Helena (Djojodibroto, 2012: 104). Dinizulu dituduh bersalah melakukan penghianatan sehingga diasingkan selama 10 tahun dan dibebaskan tahun 1910 karena dianggap tidak bersalah. Dinizulu akhirnya meninggal pada tahun 1913 (Sunardi, 2013: 23).
[8] Tugas ini yang menyebabkan BP dikenal sebagai pahlawan untuk bangsa Inggris.
[9] Bangsa Boer adalah Bangsa Eropa keturunan Belanda yang lahir dan besar di Afrika. Sekarang bangsa Boer banyak tinggal di Afrika Selatan (Sunardi, 2013: 22).
[10] World Organization of Scout Movement (WOSM).
[11] World Association of Girl Guides and Girl Scouts (WAGGGS).
[12] Karang kehidupan tersebut adalah wanita, perjudian, minuman keras dan rokok, mementingkan diri sendiri (egois) dan mengorbankan orang lain, tidak bertuhan (atheis).
[13] Didirikan pada 26 Juli 1919
[14] Jambo yang berarti hello.
[15] Pada 1939-1947 tidak ada penyelenggaraan Jambore disebabkan situasi dunia pawa waktu itu tidak memungkinkan akibat terjadi Perang Dunia II.
[16] 28 Desember diakui sebagai “Hari Pandu” bagi seluruh Indonesia.