Total Tayangan Halaman

Selasa, 29 Januari 2019

Merajut Kembali Sejarah Perjuangan dan Budaya Bangsa dalam Pembinaan Anggota Gerakan Pramuka sebagai Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia



Merajut Kembali Sejarah Perjuangan dan Budaya Bangsa
dalam Pembinaan Anggota Gerakan Pramuka
sebagai Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia[1]

Rendy Wahyu Satriyo Putro, M.Pd
Universitas Negeri Malang
E-mail: satriyoputrorendywahyu@gmail.com

Abstrak

Gerakan Pramuka yang merupakan organisasi resmi dari pemerintah Indonesia memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan bangsa dan penanaman karakter bangsa melalui budaya bangsa. Dengan disahkannya Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2010 tetang Gerakan Pramuka, Permendikbud Nomor 063 tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menjadikan tantangan Gerakan Pramuka untuk mendidik karakter generasi penerus bangsa sebagai manusia Pancasila. Salah satu sumber dari hal tersebut adalah sejarah perjuangan dan budaya bangsa yang merupakan bagian dari dasar pembinaan Gerakan Pramuka yaitu Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan. Kemauan, sejarah, hukum adat, pendidikan dan kepanduan merupakan dasar persatuan Indonesia menurut hasil Putusan Kongres Pemuda Pemudi Indonesia yang mana sebagai anggota Pramuka hal tersebut merupakan amanah besar untuk merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Kata Kunci: Sejarah Perjuangan, Budaya Bangsa, Pramuka.

Pendahuluan
Gerakan Pramuka menurut sejarahnya tidak lepas dari sejarah perjuangan dan perkembangan Indonesia. Menelisik kembali sebelum tahun 1961 sebelum muncul istilah nama Gerakan Pramuka, kita mengenal istilah Pandu dan Kepanduan. Pertanyaanya, masihkah Pandu dan Kepanduan di Indonesia dewasa ini atau ke manakah Pandu hilang dan digantikan oleh Gerakan Pramuka yang diperkuat dengan Keputusan Presiden RI Nomor 238 tahun 1961? Namun, mengapa Keppres tersebut tidak langsung ditandatangani oleh Presiden namun oleh Perdana Menteri Ir.H. Djuanda?
Meruntut perkembangan Kepanduan di Indonesia tidak lepas dari peran Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang memperkenalkan Padvinder di Hindia Belanda pada 1912 dengan nama Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) yang kemudian menggantinya pada 1914 dengan nama Nederlandsche Indische Padvinders Vereniging (NIPV). Pada masa itu, banyak anak lelaki menjadi anggota padvinder termasuk anak lelaki bukan orang kulit putih, yaitu anak-anak orang bumiputera (pribumi atau inlander) (Djojodibroto, 2012: 72). Mengapa Belanda dalam hal ini Pemerintah Kolonial Hindia Belanda malah memperkenalkan Padvinder ke Hindia Belanda yang mana Padvinder yang diperkenalkan adalah Boyscout (Inggris) yang digagas oleh Baden Powell yang berperang melawan bangsa Boer yaitu bangsa Eropa keturunan Belanda yang lahir dan besar di Afrika, sekarang bangsa Boer banyak tinggal di Afrika Selatan (Sunardi, 2013: 22).
Ketika Padvinder diterima dan berkembang dengan baik di kalangan rakyat pribumi Hindia Belanda, mengapa Pemerintah Kolonial Hindia Belanda melarang diadakannya kegiatan-kegiatan Padvinder oleh rakyat pribumi? Sehingga memunculkan istilah Pandu dan Kepanduan yang dicetuskan oleh Agus Salim pada tahun 1928. Mengapa Agus Salim menggunakan istilah Pandu dan Kepanduan? Mengapa tidak menggunakan istilah scout atau pioner yang tidak digunakan oleh Belanda?
Berbicara tahun 1928 tak’kan lepas dari sejarah terbentuknya bangsa Indonesia, yaitu diadakannya Kongres Pemuda II yang mana menghasilnya putusan yang sering disebut Sumpah Pemuda dan pada peristiwa tersebut juga pertama kali lagu Indonesia Raya diperdengarkan yang mana dalam liriknya terdapat kata Pandu. Menggelitik untuk kita cari tahu, mengapa kata Pandu dimasukkan dalam lirik lagu Indonesia Raya oleh W.R. Soepratman? Apa peran Pandu pada masa itu?
Zaman terus bergerak, ketika Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada 8 Maret 1942 yang mengakhiri kekuasaan Belanda di Hindia Belanda dan digantikan oleh Pemerintah Pendudukan Jepang, Pemerintah Pendudukan Jepang melarang segala organisasi maupun badan-badan yang telah terbentuk pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda diganti dengan badan-badan atau organisasi bentukan Jepang. Pertanyaannya bagaimana dengan nasib dan perkembangan Pandu dan Kepanduan pada masa itu? Apakah menjadi akhir dari perjalanan Pandu dan Kepanduan saat itu? Bagaimana peran saat masa-masa perebutan kemerdekaan Republik Indonesia?
Setelah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, bagaimana peran Pandu dan Kepanduan? Bagaimana perkembangannya setelah dilarang oleh Pemerintah Pendudukan Jepang? Akankah tetap mengikuti organisasi buatan Jepang? Mengapa oleh Pemerintah Republik Indonesia baru diresmikan sebagai organisasi resmi dari pemerintah pada tahun 1961 dengan nama Gerakan Pramuka? Bagaimana organisasi-organisasi kepanduan yang lainnya? Sepenggal sejarah Pandu dan Kepanduan Indonesia yang menarik untuk dikaji kembali sehingga mampu digunakan sebagai pijakan Gerakan Pramuka dewasa ini.
Setelah organisasi-organisasi kepanduan di Indonesia meleburkan pada 30 Juli 1961 ke dalam satu wadah organisasi kepanduan Gerakan Pramuka hingga kini, sudah menjadi kewajiban generasi penerus pembangunan bangsa lah untuk mengisinya dengan baik. Dari sisi pendidikan, Gerakan Pramuka merupakan sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan khususnya untuk mendidik karakter yang baik dan nasionalisme kebangsaan Indonesia.
Secara terperinci, menurut Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka 2013 pasal 4 tujuan Gerakan Pramuka adalah Gerakan Pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka agar menjadi:
a.       manusia yang memiliki:
1. kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa;
2.    kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan
membangun Negara Indonesia;
3.    jasmani yang sehat dan kuat; dan
4.    kepedulian terhadap lingkungan hidup.
b.      warga negara Republik Indonesia yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota
masyarakat yang baik dan berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri
secara mandiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas
pembangunan bangsa dan negara.

Dari tujuan Gerakan Pramuka tersebut, secara garis besar Gerakan Pramuka diberi amanah untuk mendidik generasi penerus bangsa untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan sebagai warga negara Indonesia yang baik sesuai dengan Pancasila. Hal tersebut sesuai dengan Hymne Pramuka yang selalu dinyanyikan, “Kami Pramuka Indonesia…Manusia Pancasila.
Setelah 1998, Gerakan Pramuka mulai turun semangat hingga dicanangkannya Revitalisasi Gerakan Pramuka pada 14 Agustus 2006. Masa-masa itu semangat Gerakan Pramuka serasa mati suri apalagi dengan kondisi negara yang mengalami krisis moneter dan krisis politik. Tahun 2010 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 yang bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Indonesia, 2010:4).
Pada tahun yang sama pula disahkan Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka yang mana semakin memperkuat posisi dan peran serta Pramuka dalam membangun manusia Indonesia. terlebih dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 yag menjadikan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di tingkat satuan pendidikan dengan payung hukum Permendikbud Nomor 063 tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Dengan demikian, posisi Pelatih Pembina Pramuka dan Pembina Pramuka, serta anggota dewasa lainnya merupakan ujung tombak dalam keberhasilan pendidikan kepramukaan khususnya pada satuan pendidikan. Oleh karena itulah, pemantaban kepelatihan dan pembinaan perlu selalu ditingkatkan. Dalam hal pembinaan karakter bangsa Indonesia, sejarah perjuangan dan budaya bangsa merupakan aspek penting untuk memperkokoh nasionalisme dan patriotisme sebagai warga negara dan manusia Pancasila untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Pandu dalam Sejarah Perjuangan dan Budaya Bangsa
Mempelajari kebangsaan tidak lengkap apabila belum memahami sejarah suatu bangsa, sehingga sangat penting memahami sejarah suatu bangsa guna memperkuat karakter kebangsaan. Menurut Betrand (2004: 49) pada 1920-an hingga 1940-an merupakan periode pembentukan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia lahir dari sebuah proses panjang yang menyatukan berbagai perbedaan pada sebuah ikrar persatuan, yaitu Sumpah Pemuda tahun 1928. 
Sumpah Pemuda merupakan titik awal dari penyatuan seluruh Indonesia dan pembentukan bangsa Indonesia sebelum menjadi negara Indonesia. Zuhdi (2014:507) berpendapat bahwa lahirnya Sumpah Pemuda merupakan tahap pencapaian luar biasa bermakna mengingat sangat tidak mudahnya mempersatukan bangsa yang berasal dari berbagai etnik, yang pada dasarnya merupakan bangsa (nation) sendiri. Pada masa ini, Indonesia belumlah berbentuk sebagai sebuah negara melainkan sebuah bangsa yang lahir yang ditandai pada peristiwa Sumpah Pemuda yang menyatukan seluruh bangsa dan melebur menjadi bangsa Indonesia. Dalam perspektif historis, menurut Zuhdi (2014:305) Sumpah Pemuda tahun 1928 adalah suatu penyatuan persepsi bangsa, setidaknya melalui para pemudanya yang berasal dari berbagai daerah di kepulauan Indonesia untuk melawan imperialisme dan kolonialisme Belanda.
Tahun 1928 merupakan titik awal terbentuknya bangsa Indonesia dengan ditandai penyatuan pemuda dari berbagai daerah untuk bersatu dalam bingkai Indonesia. Foulcher (2000:53) menjelaskan bahwa Sumpah Pemuda telah berkembang menjadi janji suci atas komitmen terhadap sebuah negara kesatuan. Berkaitan dengan Pandu, menjadi menarik adalah ketika Pandu disebut dalam hasil putusan Kongres Pemuda Pemudi Indonesia setelah Sumpah Pemuda, yang mana keyakinan persatuan Indonesia diperkuat dengan memperhatikan dasar persatuannya: kemauan, sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kepanduan. Menjadi menarik dikaji adalah mengapa ada kepanduan sebagai dasar persatuan pada putusan kongres pemuda pemudi Indonesia tahun 1928.
Pada tahun 1928 pula lagu Indonesia Raya yang menjadi lagu kebangsaan Indoesia diperkenalkan oleh komponisnya, tepatnya pada saat Kongres Pemuda II di Batavia 28 Oktober 1928 yang juga bertepatan dengan disahkannya Putusan Kongres Pemuda Pemudi Indonesia. Lagu Indonesia Raya yang menjadi lagu kebangsaan apabila dilihat dan diresapi makna liriknya terasa begitu gagah menumbuhkan nilai-nilai patriotik, rasa kebangsaan dan kerakyatan, tanpa menokohkan suatu figur, seperti sepenggal liriknya “Hiduplah Tanahku, Hiduplah Negeriku, Bangsaku, Rakyatku, Semuanya, Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya, Untuk Indonesia Raya”.
Selain itu ada lirik yang menarik lagi untuk dipahami terutama mengenai lirik Pandu di dalam lagu Indonesia Raya. Putro (2017:1-2) pada lagu Indonesia Raya, kata Pandu disebut sebanyak dua kali yaitu pada stanza satu “di sanalah aku berdiri jadi pandu ibuku” dan pada stanza tiga “majulah negrinya majulah pandunya”. Menjadi menarik untuk diperhatikan, seberapa besar peran dari pandu pada masa perjuangan bangsa Indonesia. Apabila meruntut tahun-tahun sebelumnya, sejak berkembangnya Padvinder  di Hindia Belanda 1912 dan sangat diminati oleh anak-anak pribumi, mulai muncullah bibit-bibit nasionalisme di kalangan generasi muda pribumi hingga Padvinder sempat dilarang[2] untuk kalangan pribumi yang  akhirnya memunculkan istilah lain yaitu Pandu dan Kepanduan yang dicetuskan oleh Haji Agus Salim pada tahun 1928[3].
Menggelitik di benak tentang mengapa Haji Agus Salim menamakan organisasi tersebut dengan kata Pandu untuk menggantikan istilah Padvinder. Apabila kita telisik kembali istilah Pandu menurut KBBI adalah (1) penunjuk jalan, perintis jalan; (2) mualim (di kapal); (3) kapal penunjuk jalan (dalam pelabuhan); (4) anggota perkumpulan yang berpakaian seragam khusus, bertujuan mendidik anggotanya supaya menjadi kesatria, gagah berani, dan suka menolong sesama makhluk. Dari pengertian nomor 4 sangatlah cocok dengan pengertian Pramuka, namun apa itu Pandu? Apabila kita menelisik kembali cerita pewayangan, kita akan menemukan tokoh yang bernama Pandu pada kisah Mahabharata yang merupakan ayah dari para Pandawa. Menurut Cahyono (2006:tanpa halaman), Pandu memiliki citra diri yang baik, tergambar pada perkataan ‘Pandudewanata’, yakni Pandu yang bertindak sebagai nata (raja) yang memperoleh amanah dewata (dewa) untuk menjadi pemimpin, ibarat Dewa Indra sebagai raja dari sekalian para dewa. Sehingga, seorang Pandu diharapkan dapat menjadi pemimpin yang amanah dan dapat diteladani.
Setelah tahun 1961 dengan diresmikannya Pramuka, ke manakah Pandu dan Kepanduan? Akankah hilang lenyap begitu saja dan digantikan oleh Gerakan Pramuka? Menurut Putro (2017:94) setelah tahun 1961, muncullah istilah Gerakan Pramuka yang tidak menghilangkan istilah Pandu dan Kepanduan dan merupakan singkatan dari Gerakan Pendidikan Kepanduan Praja Muda Karana. Istilah Pramuka mengingatkan pada semboyan pasukan infanteri Indonesia, yaitu Yudha Wastu Pramuka (Pelaksana Pertempuran Garis Depan) atau dalam istilah catur adalah Pion. Istilah Pioner pun sebenarnya juga merupakan penamaan untuk Pandu, namun sering digunakan oleh negara-negara yang berideologi komunis, sehingga Indonesia tidak menggunakan istilah Pioner untuk menamai Kepanduan.
Istilah Pramuka atau dalam bahasa Jawa adalah Paramuka yang berarti orang-orang yang di depan, memberikan sebuah semangat kepada generasi muda untuk selalu berani menjadi generasi yang terdepan. Pramuka yang merupakan singkatan dari Praja Muda Karana memiliki makna yang menjadi harapan untuk generasi muda. Menurut Cahyono (2006:tanpa halaman) praja berarti anak cucu, orang-orang, sanak keluarga, suku bangsa, bangsa, rakyat; muda berarti belum sampai setengah umur; dan karana berarti tindakan membuat, daya upaya; dan Pramuka diartikan sebagai orang muda yang suka berdaya upaya (berkarya).
Berbicara bangsa dan negara juga tidak lepas dari warga negaranya yang memiliki adat maupun budaya. Berkaitan dengan Indonesia, masyarakatnya yang majemuk dan multikultural merupakan sebuah anugerah pada bangsa dan negara Indonesia, yang mana kesemuanya dapat bersatu menjadi bangsa dan negara Indonesia. Latif (2012:353) menjelaskan bahwa, pentingnya persatuan sebagai landasan berbangsa dan bernegara Indonesia bukan hanya bertumpu pada perangkat keras seperti kesatuan politik (pemerintahan), kesatuan teritorial, dan inklusivitas warga, akan tetapi juga memerlukan perangkat lunak berupa eksistensi kebudayaan nasional.
Secara umum, budaya memiliki beberapa unsur pokok yang merupakan bagian dari budaya, Koentjaraningrat (2002:203-204) menjelaskan bahwa isi pokok unsur-unsur budaya meliputi bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian. Pada pendidikan kepramukaan, budaya ditanamkan tidak sekedar pada mengenal dan mencintai kesenian daerah-daerah yang ada di Indonesia, lebih luas dari hal tersebut seharusnya ditanamkan budaya sesuai unsur-unsur budaya.
Gerakan Pramuka pada pola pendidikannya telah mengemas bagaimana budaya dapat ditanamkan dengan baik melalui berbagai aktivitas dan bentuk-bentuk capaian baik berupa Syarat Kecakapan Umum (SKU), Syarat Kecakapan Khusus (SKK) dan lain sebagainya yang tidak keluar dari jalur pendidikan kepramukaan sesuai dengan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan (PDKMK) dalam pembinaannya.
Penanaman budaya melalui PDKMK itulah yang menjadi ujung tombak pembinaan Gerakan Pramuka yang mana anggota dewasa khususnya pelatih pembina dan pembina Pramuka menjadi subjek dalam menjalankan pendidikan kepramukaan. Budaya dalam Gerakan Pramuka dijabarkan pada kode kehormatan Gerakan Pramuka yaitu Satya dan Darma Pramuka, serta aktivitas-aktivitas Pramuka lainnya yang sesuai dengan PDKMK.

Pandu sebagai Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa melalui Pola Pembinaan Gerakan Pramuka
Bagaimana mewujudkan rasa kebangsaan atau nasionalisme salah satunya diwujudkan melalui bidang pendidikan. Rasa kebangsaan yang dalam hal ini disebut nasionalisme sangat penting dalam memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Menurut Kohn (1955: 11) nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Dengan demikian, setiap orang yang mengaku atau menjadi bagian dari bangsa dan negara wajib mendapatkan pendidikan nasionalisme.
Menurut Manan dan Thung (2011:4):
“Nasionalisme Indonesia sejatinya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan Indonesia merupakan masyarakat yang prural dan multikultural dengan keanekaragaman dan kompleksitas budayanya …. karena itu, konsep nasionalisme Indonesia bisa dikatakan bukan semata-mata konsep politik, melainkan juga konsep budaya …. idealnya, Nasionalisme Indonesia menggambarkan ikatan budaya yang menyatukan dan juga mengikat rakyat Indonesia yang majemuk menjadi satu bangsa dalam ikatan suatu negara-bangsa (nation-state)”.

Kepanduan dalam hasil Putusan Kongres Pemuda Pemudi Indonesia (Sumpah Pemuda) 1928 merupakan salah satu dasar persatuan Indonesia. Selain diabadikan dalam Putusan Kongres Pemuda Pemudi Indonesia 1928, juga diabadikan pada lagu kebangsaan Indoesia Raya yang mana apabila kita resapi Pandu diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam pembangunan bangsa. Gerakan Pramuka dalam melaksanakan pendidikan kepramukaan telah memiliki rel atau jalur guna memupuk nasionalisme peserta didik. Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan merupakan dasar dalam pembinaan pendidikan kepramukaan. Menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka tahun 2013 pada bab IV pasal 7-11, PDKMK yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Prinsip Dasar Kepramukaan meliputi: iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; peduli terhadap bangsa dan tanah air, sesama hidup dan alam seisinya; peduli terhadap diri pribadinya; dan taat kepada Kode Kehormatan Pramuka. Metode Kepramukaan adalah metode belajar interaktif dan progresif yang dilaksanakan melalui: pengamalan Kode Kehormatan Pramuka; belajar sambil melakukan; kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi; kegiatan yang menarik dan menantang; kegiatan di alam terbuka; kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan; penghargaan berupa tanda kecakapan; dan satuan terpisah antara putra dan putri. Dalam menjalankan Metode Kepramukaan digunakan Sistem Among dan Kiasan Dasar …. Kiasan Dasar yang bersumber dari sejarah perjuangan dan budaya bangsa.

Apapun kegiatan ketika menggunakan PDKMK, maka kegiatan tersebut dapat disebut sebagai kegiatan kepramukaan. Penanaman nasionalisme oleh pembina Pramuka kepada peserta didik Pramuka dapat berjalan dengan baik apabila pembina Pramuka memahami dengan baik apa itu nasionalisme yang dimaksud dan bagaimana melaksanakan PDKMK yang baik pada pendidikan kepramukaan. Secara umum, Gerakan Pramuka telah melekatkan sejarah perjuanga dan budaya bangsa sebagai sumber dari penanaman nasionalisme dan patriotisme yang mana hal tersebut juga telah melekat pada PDKMK, hanya saja bagaimana pembina Pramuka mengemasnya dengan baik dan menarik. Secara mudah terlihat, dari sisi atribut Gerakan Pramuka telah menanamkan sejarah perjuangan (misal warna seragam Pramuka yang mengkiaskan warna seragam pejuang kemerdekaan RI, nama-nama istilah dalam Gerakan Pramuka misal Siaga, Penggalang, Penegak dan Pandega yang menggambarkan sejarah perjuangan Indonesia, dan lain sebagainya) dan budaya bangsa (misal penamaan istilah-istilah yang diambil dari budaya bangsa misalnya nama Pandu yang diambil dari kisah pewayangan Mahabarata, budaya bangsa Indonesia yang ditanamkan melalui kode kehormatan, dan lain sebainya).
Hymne Pramuka telah menanamkan bagaimana seorang Pramuka menjadi manusia Pancasila dengan ditanamkan pada diri kode kehormatan Gerakan Pramuka untuk kejayaan Indonesia. Dari hal tersebut terlihat jelas bagaimana tujuan Gerakan Pramuka secara umum adalah mencetak Manusia Pancasila, hal itulah yang menjadi tanggung jawab anggota dewasa yang membina Gerakan Pramuka selayaknya membina dan membangun negeri.

Penutup
Peran serta pandu dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa menjadi dasar dalam pemaknaan kiasan dasar yang bersumber pada sejarah perjuangan bangsa. Sedangkan budaya bangsa merupakan sarana penguat jati diri bangsa Indonesia dalam menanamkan nilai-nilai maupun norma-norma serta unsur-unsur budaya lainnya yang merupakan ciri dari bangsa Indonesia. Sehingga, sangat layak dan tepat apabila kiasan dasar Gerakan Pramuka bersumber pada sejarah perjuangan dan budaya bangsa.

Daftar Rujukan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka tahun 2013.
Bertrand, Jacques. 2004. Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia. Terjemahan oleh Achmad Munjid. 2012. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Cahyono, M. Dwi. 2006. Siratan Makna Lambang Tunas Kelapa dan Nama Praja Muda Karana dalam Jati Diri Pramuka Indonesia, (Online),  (https://patembayancitraleka.wordpress.com/2016/08/19/pramuka/), diakses tanggal 7 Juli 2017.
Djojodibroto, R. Darmanto. 2012. Pandu Ibuku: Mengajarkan Budi Pekerti, Membangun Karakter Bangsa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Foulcher, Keith. 2008. Sumpah Pemuda: The Making and Meaning of a Symbol of Indonesian Nationhood. Terjemahan oleh Daniel Situmorang dan Iskandar P. Nugraha. 2008. Depok: Komunitas Bambu.
Indonesia, Pemerintah Republik. 2010. Kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Katamsi, Amoroso, dkk. 2001. 40 Tahun Gerakan Pramuka. Jakarta: Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Kohn, Hans. 1955. Nationalism, Its Meaning And History. Terjemahan oleh Sumantri Mertodipuro. 1984. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Latif, Yudi. 2012. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: PT. Gramedia.
Manan, M. Azzam dan Thung Ju Lan (Ed.) 2011. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia: Sebuah Tantangan. Jakarta: LIPI Press.
Putro, Rendy Wahyu Satriyo. 2017. Pemahaman Pelatih tentang Kiasan Dasar Gerakan Pramuka sebagai Penguat Pendidikan Sejarah dan Budaya Bangsa Pada Pusdiklatcab Gerakan Pramuka Kota Blitar. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Sunardi, Andri Bob. 2013. Boyman: Ragam Latih Pramuka. Bandung: Penerbit Nuansa Muda.
Zuhdi, Susanto. 2014. Nasionalisme, Laut, dan Sejarah. Depok: Komunitas Bambu.


[1] Disampaikan pada Sarasehan Pembina Pramuka LPPP XVI  30 September 2017 UKM Gerakan Pramuka Universitas Negeri Malang di Divisi Infanteri 2/Kostrad
[2] Rutgers (2012:66) menjelaskan bahwa “pada masa pemerintah Hindia Belanda tidak pula kelewatan untuk mengawasi organisasi-organisasi yang berkembang, pandu-pandu diperkenankan berkemah, tetapi tidak boleh mengadakan pidato-pidato ….. atau uraian mengenai sejarah perjuangan Diponegoro dilarang. Pandu diperbolehkan berkemah namun dilarang memunculkan semangat kebangsaan dan keinginan untuk bangsa Indonesia untuk merdeka. Namun, hal demikian tak menyurutkan semangat para Pandu untuk tetap berkegiatan dengan semangat kebangsaan. Katamsi dkk (2001:21-24) menjelaskan bahwa:
“Gerakan Kepanduan ikut berperan aktif dalam Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang mencetuskan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda tersebut menjiwai gerakan kepanduan nasional Indonesia pada waktu itu, sehingga kepanduan Indonesia makin berkembang dan menjadi bagian tak terpisahkan dari gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. K. H. Agus Salim telah mencetuskan idenya dengan mengganti istilah Padvinder menjadi Pandu. Semasa penjajahan Jepang, gerakan kepanduan dilarang, namun idealisme dan semangat kepanduan tetap menjiwai para pandu … dalam perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan para anggota pandu terjun dengan para pemuda merebut kemerdekaan dan mempertahankannya”.
[3] Menurut Sunardi (2013: 38) istilah Pandoe (Pandu) dan Kepandoean (Kepanduan) dikemukakan pertama kali dalam kongres SIAP tahun 1928 oleh Haji Agus Salim di Kota Banjarnegara, Banyumas, Jawa Tengah.