PEMBELAJARAN SEJARAH YANG MENARIK DENGAN
SEGALA KETERBATASANNYA DAN TANTANGAN MASA DEPAN[1]
Rendy Wahyu Satriyo Putro[2]
Pendahuluan
Mata pelajaran sejarah dalam sekolah sering diidentikkan
dengan mata pelajaran hafalan yang menuntut siswa untuk hafal nama, peristiwa,
tahun kejadian, tempat dan lain sebagainya. Hal-hal seperti itu dirasa sangat
membosankan, sehingga pembelajaran sejarah menjadi kurang diminati. Namun,
berbeda dengan yang beranggapan bahwa sejarah adalah sebuah hal yang menarik
untuk ditelusuri dan diungkapkan. Bagi yang beranggapan seperti itu sejarah
jelaslah suatu hal yang menarik, apalagi dengan orang yang suka menghafal
maupun ingatan tajam tentang suatu peristiwa sejarah.
Hal-hal tersebut baik yang suka dengan sejarah maupun
tidak suka dengan sejarah tergantung bagaimana menyikapi sejarah itu sendiri.
Ketika sejarah hanya dimaknai sebuah peristiwa yang telah berlalu dan tidak
memiliki arti penting, sejarah akan dianggap sesuatu tidak penting. Namun
ketika sejarah dimaknai sebagai sebuah peristiwa yang memengaruhi peristiwa
saat ini maupun peristiwa yang akan datang, sejarah akan dianggap sesuatu yang
penting untuk dipelajari. Sehingga, sejarah dianggap penting maupun tidak
penting merupakan suatu hal yang relatif.
Dalam pembelajaran di sekolah, sejarah sangatlah
penting guna untuk menanamkan ingatan kolektif nasionalisme kebangsaan.
Sehingga, suka maupun tidak suka dengan mata pelajaran sejarah di sekolah,
tetap diajarkan sebagai alat untuk membangun ingatan kolektif bangsa dan negara
sebagai bentuk dari rasa nasionalisme. Mata pelajaran sejarah disajikan dalam
pembelajaran disekolah digunakan sebagai salah satu alat untuk membentuk
karakter pada siswa. Sejarah adalah sebagai media penyaring dalam era
globalisasi, sehingga akan tetap mantab dalam mempertahankan sejarah dan budaya
bangsa.
Aspek yang Memengaruhi Suasana Pembelajaran Sejarah
1.
Aspek Tenaga Pendidik
Pembelajaran
sejarah di sekolah selama ini sering dilakukan kurang optimal. Pelajaran
sejarah seolah sangat mudah dan digampangkan. Banyak pendidik yang tidak
berlatar belakang pendidikan sejarah terpaksa mengajar sejarah di sekolah
(Hariyono, 1995: 143). Sejarah dianggap sebuah mata pelajaran yang seolah-olah
tidak penting untuk modal kehidupan, sehingga dianggap remeh dan dianggap suatu
mata pelajaran yang mudah diajarkan oleh siapa pun. Karena dianggap mudah, guru
yang mengajar pun ada yang memang bukan berlatar belakang dari guru pendidikan
sejarah.
Kompetensi
guru dalam mengajar sejarah kurang diperhatikan, karena dianggap hanya tinggal
membaca dan membelajarkan sejarah kepada siswa. Padahal ada yang dilupa bahwa
sejarah adalah sebuah pembelajaran dalam menjalani hidup. Dengan belajar
sejarah maka tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan dapat memproyeksikan
masa depan. Sehingga, dengan pembelajaran sejarah yang menarik dari guru akan
membawa siswa untuk selalu bersikap arif bijaksana dalam menjalani kehidupan.
Namun,
ketika pembelajaran yang dilakukan guru sejarah yang bukan berlatar belakang
sejarah akan membawa dampak kurang baik bagi siswa. Siswa akan menganggap mata
pelajaran sejarah tidak penting dan menjadikan siswa belajar sejarah tidak
serius atau asal-asalan. Apalagi ketika cara guru sejarah (yang bukan berlatar
belakang sejarah) membelajarkan sejarah yang monoton terkesan teksbook atau
hanya berkaitan membahas apa yang ada di buku maupun mendewakan buku sebagai
sesuatu yang paling benar. Sehingga mata pelajaran sejarah di hadapan siswa
dianggap hanya sekedar mata pelajaran hafalan belaka yang tidak memiliki arti
sama sekali atau tidak penting bagi kehidupan sekarang.
Selain
dari guru sejarah yang bukan kompetensinya atau bukan berlatar belakang
sejarah, guru sejarah yang berlatar belakang sejarah pun terkadang bisa membuat
sejarah tidak menarik. Guru sejarah yang kurang kreatif dalam membelajarkan
sejarah pada siswa juga memberikan pengaruh kepada siswa untuk tidak menyukai
atau menganggap remeh terhadap mata pelajaran sejarah. Misalnya, dalam
pembelajaran sejarah guru hanya menggunakan metode ceramah (cara ceramah orang
yang berbeda-beda ada yang mampu menarik minat namun ada juga yang monoton yang
membuat siswa menjadi tidak tertarik—biasanya kurang memahami sejarah maupun
penyampaiannya kurang menarik—yang baik adalah yang mampu menyentuh hati siswa
atau pun yang mampu dipahami siswa dengan baik) saja terkesan monoton, sehingga
siswa kurang aktif dalam berpikir maupun berpendapat. Selain itu pembelajaran
sejarah yang dianggap gampang yang biasanya menugaskan kepada siswa untuk
mengerjakan lembar kerja siswa (LKS) dan membaca sumbernya pun juga dari LKS
yang menyebabkan siswa menjadi diam atau bahkan ramai karena saling mencontoh
jawaban. Dalam evaluasinya pun juga ada yang berpaku pada soal-soal pilihan
ganda yang membatasi berpikir siswa dalam memahami sejarah dalam arti luas.
Ketika
kita melihat bagaimana kondisi guru, kondisi guru juga sangat memengaruhi
proses pembelajaran sejarah kepada siswa. Misalnya, ketika guru mengalami
masalah pribadi yang dibawa ke kelas atau proses pembelajaran dapat menyebabkan
berbedanya suasana pembelajaran yang kebanyakan menjadi tidak menyenangkan.
Selain itu juga ketika masih adanya guru yang berpikiran atau terpaku kepada
tuntutan jam mengajar dan menjadikan atau menganggap pembelajaran sebagai suatu
rutinitas itu-itu saja juga memengaruhi proses pembelajaran sejarah yang dapat
menjadikan siswa juga menganggap pembelajaran juga sebagai rutinitas yang
akhirnya siswa belajar sejarah hanya untuk mendapatkan nilai atau takut kepada
guru hanya karena ancaman nilai.
Dewasa
ini banyak guru yang tidak bisa mengembangkan seluruh kemampuannya sebagai
guru. Penyebabnya ada beberapa, sebagian hanya karena kebetulan, tapi sebagian
lainnya berakar cukup dalam. Dalam kaitan dengan sebab pertama, sebagian besar
guru menghadapi kerja yang bertumpuk dan terpaksa menyiapkan
murid-muridnya untuk menghadapi ujian
dari pada memberi mereka latihan kekebasan jiwa (Russell, 1988. 11).
Paradigma
guru yang berpandangan pada orientasi rutinitas target pembelajaran menjadikan
tujuan dari pembelajaran sejarah menjadikan manusia yang arif bijaksana dan
mencetak manusia yang berkarakter baik menjadi dilupakan, sehingga pembelajaran
sejarah hanya berorientasi pada apa yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Sehingga, kurikulum kurang mampu dikembangkan bahkan tidak dikembangkan karena
takut salah atau melenceng dari kurikulum atau pun target dari rencana program
pembelajaran. Ragu-ragu atau takutnya guru akan target dari kurikulum menyebabkan
guru menjadi tidak kreatif mengembangkan pembelajaran sejarah yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi baik dari siswa maupun lingkungan pendukung yang
mendukung pembelajaran sejarah, misalnya sejarah lokal.
Kurikulum
adalah kehidupan itu sendiri, artinya kurikulum tidak dibatasi pada hal-hal
yang bersifat akademik saja. Semua pengetahuan adalah merupakan produk berpikir
melalui pengalaman. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat. Maka, pendidikan
mengupayakan kehidupan sosial yang lebih baik serta sebagai agen pembaruan
masyarakat. Etika juga bersumber dari kesepakatan sosial dan akan berubah
manakala masyarakat berubah (Pidarta, 2013: 93).
Selain
itu juga dalam pemanfaatan waktu atau jam pelajaran dalam pembelajaran sejarah,
guru merasa sangat kekurangan jam pelajaran dengan materi sejarah yang banyak
namun dibatasi waktu yang kurang atau pun sedikit. Hal tersebut karena kurang
mantabnya program dan waktu yang dialokasikan dalam merencanakan pembelajaran
sejarah. Sehingga dalam pembelajaran sejarah terkesan hanya mampir saja atau
habis waktunya namun tujuannya tidak mengena.
Dalam
pembelajaran dalam kelas, ketika guru tidak mampu menguasai kelas akan
berpengaruh juga pada hasil dari proses pembelajaran. Apalagi ketika siswa
menjadi ramai yang bukan ramai karena mengikuti pembelajaran dengan baik namun
ramai karena tidak terkontrol. Hal tersebut dapat menyebabkan guru menjadi
tidak mood dalam mengajar yang akhirnya pembelajaran menjadi tidak
kondusif, sehingga tujuan dari pembelajaran tidak sampai kepada siswa.
Menjadi
pendidik yang menyadari filosofi kebenaran akan nilai-nilai kehidupan, memang
butuh waktu perenungan yang cukup lama, dan proses perjuangan yang panjang.
Pendidik yang baik adalah pendidik yang mampu mengajarkan kemampuan tertentu
untuk dapat hidup menyongsong masa depan di kalangan anak didik.
Kemampuan-kemampuan ini meliputi tiga hal pokok, yakni (1) memberikan
pengetahuan (knowledge), (2) meneguhkan sikap (attitude), (3) memberikan
keterampilan (skill) (Salim, 2007: 29). Kriteria keberhasilan mendidik adalah
memiliki sikap suka belajar, tahu tentang cara belajar, memiliki rasa percaya
diri, mencintai prestasi tinggi, memiliki etos kerja, kreatif dan produktif,
puas akan sukses yang dicapai (Pidarta, 2013: 312).
2.
Aspek Siswa
Siswa merupakan subjek dalam pembelajaran
sejarah. Namun, dalam pembelajaran sejarah, tak sedikit siswa yang menganggap
remeh pelajaran sejarah. Sejarah masih dianggap pelajaran yang berkaitan dengan
menghafal dan banyak membaca, sehingga untuk siswa yang tidak suka membaca
sejarah dianggap pelajaran yang membosankan. Namun, tidak sedikit pula siswa
yang menikmati sejarah. Mereka menganggap sejarah adalah dongeng yang mampu
membuat mereka berimajinasi tentang peristiwa masa lampau. Sehingga, banyak
juga siswa yang menganggap pelajaran sejarah adalah suatu pelajaran yang
menempatkan guru sebagai pencerita sejarah. Dalam belajar sejarah, memang
biasanya siswa akan lebih senang apabila guru yang bercerita, namun juga dengan
cerita tersebut dapat juga membuat siswa menjadi mengantuk maupun tidak
semangat mempelajari sejarah.
Ketika pandangan-pandangan siswa terhadap
sejarah demikian, bukan tidak mungkin bahwa tujuan dari pembelajaran sejarah
tidak tercapai dengan baik. Siswa akan menganggap sejarah sebagai suatu
pelajaran yang enteng, sehingga tidak mau belajar sejarah dan menganggap
sejarah merupakan pelajaran yang tidak begitu penting. Padahal, jika
pembelajaran sejarah dikemas menarik dan membuat siswa selalu penasaran, maka
pembelajaran sejarah akan dapat mengena pada diri siswa, apalagi ketika
pemahaman sejarah meningkat menjadi kesadaran sejarah pada diri siswa.
Sehingga, tujuan dari pembelajaran sejarah akan tercapai. Dengan membebaskan
siswa untuk bebas berpikir dan bebas mengkaji tentang sejarah dengan dasar yang
kuat, bukan tidak mungkin siswa akan memahami sejarah bukan hanya sebagai
sebuah peristiwa melainkan mampu dijadikan sebagai pembelajaran hidup.
3.
Aspek Sarana Prasarana dan Lingkungan
Sarana
prasarana dan lingkungan juga sangat memengaruhi proses pembelajaran sejarah. Kedua
aspek tersebut secara langsung maupun tidak langsung merupakan salah satu aspek
yang mendukung dalam pembelajaran
sejarah. Di sinilah pentingnya peran guru dalam pemanfaatannya dalam proses
pembelajaran sejarah, baik sarana prasarana yang ada maupun interaksi dengan
lingkungan sekitar sekolah yang mendukung dari proses pembelajaran sejarah.
Sarana
prasarana sangat memengaruhi proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah,
karena sarana prasarana tersebut yang membantu mendukung dalam proses
pembelajaran di sekolah. Sarana prasarana juga dapat dijadikan sebagai tolok
ukur pendukung utama pembelajaran di sekolah. Namun, ketika sarana prasarana
yang kurang mendukung atau tidak memadahi, dianggap sebagai salah satu faktor
penghambat dari keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Hal tersebut juga akan
memengaruhi semangat belajar dari siswa.
Akan
sangat berbeda ketika sarana prasarana pendukung memadai dan sarana prasarana
yang tidak memadai. Ketika guru terbiasa dengan sarana prasarana yang memadahi
dan dihadapkan pada sarana prasarana yang tidak memadahi, maka pembelajaran pun
akan kurang mengena kepada siswa karena apa yang direncanakan guru belum tentu
sesuai dengan kondisi lapangan. Dalam pembelajaran sejarah misalnya, ketika
guru terbiasa menjelaskan dengan menggunakan LCD proyektor (misal untuk
menjelaskan dengan menggunakan power point maupun ketika menampilkan sebuah gambaran
atau media video) namun di sekolah tidak memiliki atau pun dalam kondisi mati
listrik, akan terasa kurang mengena kepada siswa dan guru pun juga akan agak mengalami
kesulitan ketika guru tidak siap dengan rencana-rencana lainnya.
Dengan
sarana prasarana yang memadahi, guru akan lebih bebas memaksimalkan potensinya
dan lebih kreatif dalam melaksanakan proses pembelajaran. Namun juga walaupun
ada sarana dan prasarana yang medadai ketika guru tidak mampu menggunakannya
juga akan sia-sia saja. Sehingga, sarana dan prasarana akan lebih baik jika
sarana dan prasarana yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik.
Pembelajaran Sejarah yang Menyenangkan dan Menarik Minat Belajar Siswa
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan
seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan.
Sementara itu kesiapan kognisi bertalian dengan pengetahuan, pikiran, dan
kualitas berpikir seseorang dalam menghadapi situasi belajar yang baru.
Kemampuan-kemampuan ini bergantung pada tingkat kematangan intelektual. Latar
belakang pengalaman, dan cara-cara pengetahuan sebelumnya distruktur (Connell,
1974 dalam Pidarta, 2013: 232).
Dengan mempelajari sejarah didapat suatu konstruksi
berpikir yang realistis-empirik, sesuai dengan fenomena sejarah yang ada.
Seringkali orang lupa untuk belajar sejarah karena tidak memiliki kesadaran
bahwa yang bersangkutan telah memihak atau mengembangkan prasangka (prejudice)
pada konsepsi kekuasaan politik. Dengan demikian memahami sejarah
setidaknya akan mendorong menjadi pribadi yang terbuka (open mind person) dan
memiliki hati yang bersih dari berbagai prasangka dan penghakiman dini (early
judgment). Memang untuk mempelajari sejarah dibutuhkan sikap kritis dalam
memahami fenomenansecara utuh (holistic). Tetapi seringkali sikap ini secara
tidak sadar membawa orang untuk menilai dan akhirnya memihak. Mempelajari
sejarah, dalam konteks ini dimaknai sebagai pendekatan sejarah, yang tidak saja
mengetahui atau menghafal kronologi peristiwa. Konteks sejarah menjurus kepada
pengetahuan mengenai mengapa suatu masyarakat tertentu di masa lampau mengambil
keputusan tertentu untuk menghadapi suatu masalah. Dengan cara ini sebuah
analog dapat diproyeksikan, bagaimana masyarakat di masa depan mau mengambil
keputusan terhadap masalah yang dihadapi masa depan (Salim, 2007: 18).
Guru bukan hanya harus tunduk pada suatu keyakinan,
tapi ia pun harus menelan kenyataan pahit dan berhati-hati jangan sampai mengungkapkan
suara nuraninya atas peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (Russell,
1988. 5). Tidak ada orang yang bisa menjadi guru yang baik jika ia tidak
memiliki rasa kasih yang hangat pada murid-muridnya serta hasrat yang murni
untuk menanamkan di dada mereka apa yang mereka sendiri yakini berharga
(Russell, 1988. 10).
Pendidik tidak hanya sekedar mengajak peserta didik
belajar, melainkan juga mendidik bagaimana belajar untuk belajar. (Hariyono,
1995: 145). Dengan demikian, guru sebagai pendidik adalah sebagai motivator
pembelajaran yang mengajak siswa untuk tertarik dengan belajar. Peserta didik
tidak hanya dijejali dengan pelbagai kisah atau fakta sejarah
sebanyak-banyaknya di dalam kelas, melainkan juga dirangsang untuk mengenali
dan mengkaji peristiwa sejarah secara utuh dengan melakukan restrukturisasi
pengetahuan dan kesadaran sejarah yang dimiliki (Hariyono, 1995: 145).
Dengan demikian, pendidik tidak akan merasa dikekang
oleh kejar target dalam penyeleseian program pembelajaran atau materi sejarah
yang ada di kurikulum. Pendidik lebih leluasa untuk mengembangkan pembelajaran
sejarah sesuai dengan kemampuan siswa dan mengajak siswa untuk mengeksplorasi
dirinya untuk tertarik belajar sejarah. Pembelajaran sejarah dibuat sedemikian
rupa yang disesuaikan dengan pola pikir siswa, siswa diajak untuk menyelami dan
membayangkan masa lalu yang dihubungkan dengan masa sekarang.
Dalam pembelajaran sejarah, guru menanamkan wawasan
kepada siswa tentang pentingnya sejarah dalam kehidupan kini dan kehidupan masa
yang akan datang. Sehingga di sini guru mengajak siswa dan mengarahkan siswa
untuk menyadari pentingnya sejarah. Sejarah memberi wawasan, sehingga setiap
orang yang ingin sukses menjadi pemimpin perlu belajar dari sejarah (Hariyono,
1995: 184). Intinya adalah guru tidak hanya mengajarkan sejarah sebagai suatu
pelajaran sekolah tapi menekankan pada dengan belajar dari sejarah akan dapat
memengaruhi kehidupan masa kini dan masa yang akan datang. Dengan demikian,
siswa akan menyadari pentingnya sejarah bagi kehidupan.
Sejarah seyogyanya dimanfaatkan untuk mengerti masa
lampau, sekarang, dan masa depan manusia. Sejarah dapat digunakan untuk
menanamkan kekuatan mental seseorang. Melalui proses belajar mengajar sejarah
yang menarik, dan memberi peran aktif pada peserta didik dapat mempertajam
kesenangan pencarian dan penemuan baru (Hariyono, 1995: 185). Dengan demikian,
guru diharapkan mampu mengoptimalkan kemampuan siswa untuk aktif dalam
penemuan-penemuan baru dalam bidang sejarah. Bukan sejarah yang seperti dilakukan
para ahli, namun minimal guru mampu membuat peserta didik menjadi sejarawan
amatir yang mampu mengeksplorasi apa yang diminatinya.
Peserta didik perlu memahami bahwa sejarah merupakan
produk manusia dan pada saat yang sama sejarah memengaruhi manusia. Hubungan
dialektis realitas sejarah dengan manusia hanya mungkin pada anggota masyarakat
yang berani menyikapi tradisi yang diterimanya tidak secara tradisional. Mereka
dirangsang untuk berani melakukan dokonstruksi wawasan serta kesadaran yang
sudah dimiliki berdasarkan pertimbangan yang didukung oleh nalar dan bukti yang
akurat (Hariyono, 2014: 17).
Tantangan Pembelajaran Sejarah di Masa Depan
Era sekarang adalah era globalisasi yang di mana
teknologi informasi sangat berkembang pesat. Apa yang kita butuhkan dapat
dengan mudah kita jangkau. Perkembangan pergaulan, transformasi kebudayaan,
bahkan akses-akses informasi dapat dengan mudah dijangkau. Apa yang terjadi di
dunia bagian lain dapat kita ketahui dengan cepat dengan adanya internet,
televisi, radio, bahkan gadget yang banyak dimiliki orang. Hal tersebut membuat
banyaknya pengaruh asing yang masuk ke Indonesia. Dengan demikian, pentingnya
pendidikan adalah untuk menyaring pengaruh-pengaruh asing yang datang. Hal
tersebut merupakan tantangan bagi para pendidik dalam mengikuti perkembangan
zaman namun tidak sampai terbawa arus zaman.
Seiring pergeseran
tuntutan ke arah kebutuhan yang bersifat bendawi dan
diikuti dengan adanya pergeseran budaya insani, mata
pelajaran sejarah menjadi kurang popular di masyarakat, khususnya di kalangan
generasi muda. Sikap demikian paling tidak akan menyebabkan pemahaman keliru
sebagian guru sejarah ataupun siswa tentang makna pengajaran sejarah di sekolah.
Lebih-lebih lagi apabila kenyataan ini dikaitkan dengan dinamika ilmu eksakta.
Materi sejarah hanya dilihat sebagai materi hapalan karena berisi muatan materi
yang membahas masalah bunuh-membunuh, berebut kekuasaan antar penguasa, ganti
bergantinya raja. Hal tersebut akan menurunkan minat pandangan negatif terhadap
pembelajaran sejarah. Oleh sebab itu, pentingnya guru memahami dan memahamkan
sejarah sebagai sebuah peristiwa yang diambil makna baiknya sangat perlu
dilakukan, agar pembelajaran sejarah semakin menarik dan tujuan dari
pembelajaran sejarah dapat tercapai.
Perkembangan
teknologi yang begitu cepat adalah mempercepat guru maupun peserta didik dalam
mengakses informasi. Banyak tulisan-tulisan sejarah yang diposting di internet,
namun banyak juga tulisan-tulisan tersebut tidak memiliki sumber yang jelas.
Banyak yang membuat fakta-fakta yang benar maupun juga fakta-fakta yang
diada-adakan. Tulisan-tulisan sejarah banyak disampaikan dengan banyak versi
sesuai dengan keinginan penulis atau yang memposting di internet tersebut.
Apalagi apabila sejarah disangkutpautkan dengan politik, akan banyak yang
menafsirkan berbeda-beda dan membuat bingung.
Peran guru dalam pembelajaran masa kini dan masa depan
sangat diperlukan dalam hal membentuk sikap yang baik yang tetap menjungjung
nilai-nilai kebangsaan. Dalam etika sarjana pendidikan Indonesia tercantum
sebagai berikut: (1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan jujur
berdasarkan Pancasila dan UUD 45, (2) menjunjung tinggi harkat dan martabat
peserta didik, (3) menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) selalu menjalankan tugas dengan berpegang
teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan, dan (5) selalu
melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Pidarta,
2013: 287). Dengan demikian, pendidik harus tetap menjunjung nilai-nilai
kebangsaan dan terus tetap mengembangkan pendidikan. Pendidikan dituntut untuk mampu
memperkenalkan nilai-nilai yang diperluas di masa depan, mengajarkan dan
mengembangkannya dalam diri anak didik begitu rupa sehingga mereka kelak tidak
saja mampu berdiri sendiri dalam hidupnya, tetapi secara bersama-sama mampu
membentuk dan mengembangkan nilai-nilai tersebut menjadi modal sosial (Salim,
2007: 346).
Pembelajaran sejarah yang potensial menjadi salah satu
obor dalam membuka wawasan dan menggapai kehidupan secara cerdas justru sering
dianggap membosankan. Padahal perubahan zaman di era informasi dan globalisasi
membutuhkan wawasan kesejarahan yang kuat sebagai basis mengembangkan kuasa
diri. Untuk itulah pemahaman yang holistik dan dinamis akan makna kekuasaan
dalam proses sejarah dapat menjadi peluang dalam menggali dan menumbuhkan kuasa
diri pendidik dan peserta didik (Hariyono, 2014: 3). Dengan demikian,
pentingnya guru dalam memberikan pemahaman sejarah sangat penting dilakukan
melihat banyaknya informasi-informasi yang banyak simpang siur. Di sini peran
guru menjadi dominan sebagai penengah dan mengambil sikap positif serta
menanamkan sifat-sifat positif terhadap peserta didik dalam memahami sejarah.
Penutup
Mempelajari sejarah tidak hanya sekedar menghafal atau
mengungkit-ungkit masa lampau saja. Namun, lebih pada bagaimana memahami
hakekat makna suatu peristiwa masa lampau yang dapat digunakan pada masa
sekarang dan masa yang akan datang. Dalam pembelajaran sekolah banyak sekali
permasalahan yang terjadi di sekolah. Beberapa aspek yang memengaruhinya adalah
mulai dari aspek guru, peserta didik, hingga sarana dan prasarana yang ada pada
sekolah guna mendukung proses belajar dan pembelajaran di sekolah.
Pelajaran sejarah di sekolah yang terkesan
menghafalkan akan membuat peserta didik menjadi bosan dan tidak tertarik dalam
mempelajari sejarah. Sehingga, hal tersebut merupakan tantangan bagi guru
sejarah untuk membuat pelajaran sejarah menjadi sangat menarik untuk
dipelajari. Guru memiliki peranan penting dalam pembelajaran sejarah harus
dapat membebaskan peserta didik dalam belajar sejarah, artinya siswa diberi
kepercayaan dalam mengeksplorasi penelitian sejarah menurut apa yang peserta
didik minati.
Dalam menghadapi perkembangan zaman pada era
globalisasi, peranan guru dalam menyaring informasi-informasi sangat penting
agar peserta didik tidak bersikap negatif pada peristiwa sejarah. Banyak
peristiwa sejarah yang menggambarkan peristiwa perebutan kekuasaan, bunuh-membunuh,
peperangan dan lain sebagainya. Hal tersebut akan membuat nilai etika dan
estetika sejarah terkesan negatif. Sehingga, guru bertindak sebagai penengah
dalam memahami sejarah.
Daftar Rujukan
Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta :
Pustaka Jaya
Pidarta, Made. 2013. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan
Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Russell,
Bertrand. 1988. Pergolakan Pemikiran. Jakarta: PT. Gramedia.
Salim, Agus.
2007. Indonesia Belajarlah: Membangun Pendidikan Indonesia. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Hariyono. 2014.
Kekuasaan dalam Proses Pembelajaran Sejarah: Membangun Kuasa Diri dan Harapan
dalam Dunia yang Terus Berkembang. Makalah disampaikan pada Seminar
Nasional dan Lokakarya Pembelajaran Sejarah di Tengah Perubahan, Fakultas Ilmu
Sosial, Malang 27 September 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar