Total Tayangan Halaman

Rabu, 03 Juni 2015

Ekstrakurikuler Wajib Pramuka dan Relevansinya dalam Dunia Pendidikan



Ekstrakurikuler Wajib Pramuka dan Relevansinya dalam Dunia Pendidikan[1]

Rendy Wahyu Satriyo Putro, S.Pd

Abstrak                      : Gerakan Pramuka dalam sejarah bangsa memiliki andil yang cukup besar terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Dengan pendidikan Kepramukaan, diharapkan generasi penerus bangsa dapat memiliki karakter yang baik dan jiwa nasionalisme kebangsaan yang baik. Dalam Kurikulum 2013, Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib dalam setiap satuan pendidikan yang diharapkan memiliki dampak positif guna membentuk karakter bangsa Indonesia. Guru maupun pembina Pramuka diharapkan mampu mengembangkan pendidikan Pramuka yang menarik bagi peserta didik dengan perpaduan antara mata pelajaran di sekolah dengan kegiatan Pramuka.

Kata Kunci                : Ekstrakurikuler Wajib, Pramuka, Dunia Pendidikan
Pendahuluan
Gerakan Pramuka adalah perkumpulan gerakan pendidikan kepanduan kebangsaan Indonesia untuk anak-anak dan pemuda warga negara Republik Indonesia. Badan-badan yang sama sifatnya atau yang menyerupai perkumpulan Gerakan Pramuka dilarang adanya (Keputusan Presiden No. 238 Tahun 1961). Dalam dalam perkembangannya merupakan sebuah gerakan yang bersifat nasional untuk membangun karakter kebangsaan warga negara Indonesia. Gerakan Pramuka yang merupakan singkatan dari Gerakan Pendidikan Kepanduan Praja Muda Karana tidak serta merta bahwa Kepanduan hilang dari Gerakan Pramuka, karena tidak banyak Pramuka yang paham bahwa Pramuka merupakan sebuah singkatan atau yang sering dikenal dengan Pramuka adalah Praja Muda Karana yang artinya “pemuda yang suka berkarya”. Padahal jika kita pahami apa maksud dari para pemimpin Pandu dan para pendiri serta pemimpin negeri ini tidak sebatas hal tersebut, bahkan banyak yang terbalik memaknai istilah Pramuka sendiri dalam arti sempit. Oleh sebab itu, perlunya pembina bahkan pelatih memahami hal-hal yang dianggap kecil tersebut untuk membentuk jiwa-jiwa Pramuka yang diharapkan bangsa Indonesia.
Kita ketahui bahwa Pramuka atau dalam hal ini Kepanduan, memiliki andil yang cukup besar dalam perjuangan negeri ini, sehingga banyak pemaknaan-pemaknaan nasionalisme dan kebangsaan yang memang sengaja disematkan dalam jiwa-jiwa Pramuka melalui berbagai atribut dalam Gerakan Pramuka itu sendiri. Sehingga, diharapkan dengan penanaman nasionalisme dan kebangsaan dapat menjadikan warga Indonesia mendidik warga Indonesia menjadi baik dan memiliki jiwa nasionalisme, wawasan kebangsaan, serta cinta tanah air. Walaupun dalam prinsip Kepanduan, Kepanduan itu bersifat universal dan sukarela, agak sedikit berbeda dengan yang kita temui pada Gerakan Pramuka Indonesia. Nasionalisme ditanamkan dan Pramuka pun telah dikenal oleh anak Indonesia sejak SD hingga mahasiswa perguruan tinggi. Apalagi walaupun tidak ikut Pramuka, namun seragam yang dikenakan di sekolah juga wajib memakai seragam pramuka dari pendidikan dasar dan menengah, yaitu sejak SD hingga SMA.
Kebijakan dari pemerintah Indonesia yang juga berbeda dengan sifat Kepanduan yaitu sukarela, Pemerintah melalui Kemendikbud mewajibkan Pramuka masuk dalam ranah pendidikan, khususnya pendidikan formal. Diawali kebijakan pada masa Orde Baru dengan mewajibkan seragam wajib sekolah dengan seragam Pramuka pada hari-hari tertentu hingga dengan adanya program pendidikan karakter serta dikuatkan dengan adanya kurikulum 2013 yang dalam hal ini Pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib di setiap sekolah mulai pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Hal tersebut sesuai dengan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum pada lampiran III, sehingga Pramuka sama seperti halnya mata pelajaran wajib di sekolah dan masuk dalam kurikulum wajib sekolah.
Hal tersebut dapat menimbulkan kecemburuan sosial dari ekstrakurikuler lain yang tidak diwajibkan dalam kurikulum sekolah. Belum lagi dengan kemampuan sekolah yang belum tentu memiliki pembina Pramuka yang dapat diandalkan dalam mengelola ekstrakurikuler Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib. Atau pemberdayaan guru sekolah yang mungkin juga tidak begitu memahami Pramuka akan berakibat pada kondisi psikis siswa. Sesuatu yang diwajibkan memang akan memberi dampak ketidaksukaan atau pun keterpaksaan bagi yang menjalaninya. Namun juga ketika kewajiban itu dijalani dengan baik dan ikhlas serta dengan penyajian yang baik dan bagus, tidak menutup kemungkinan juga akan banyak diminati para siswa, sehingga tujuan dari Pramuka sebagai pembentuk karakter di sekolah dapat tercapai dengan baik.
Namun, bagaimanakah kenyataan di lapangan  mengenai ekstrakurikuler wajib Pramuka di sekolah? Bagaimana respon siswa sebagai sasaran didik dan bagaimana peran pembina Pramuka maupun guru yang diberi tugas membina Pramuka di sekolah? Kemudian juga bagaimana kesiapan dari sekolah mengenai apa-apa yang dibutuhkan dalam mendukung ekstrakurikuler wajib tersebut. Karena kurikulum tersebut merupakan kurikulum baru yang memang sebelum-sebelumnya belum ada di sekolah. Sedangkan Pramuka yang merupakan sebuah ekstrakurikuler sama halnya dengan ekstrakurikuler lainnya. Menjadi sebuah permasalahan ketika sebuah sekolah yang dahulunya belum pernah mengadakan ekstrakurikuler Pramuka dan juga belum memiliki Pembina Pramuka akan kelabakan mencari Pembina yang mau dan mampu membina ekstrakuler wajib Pramuka. Yang menjadi masalah lagi adalah bagaimana anggaran sekolah dan bagaimana juga dengan kesejahteraan para pembina. Atau bahkan ada oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan kebijakan tersebut hanya untuk mencari keuntungan.
Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 yang Pramuka dijadikan ekstrakurikuler wajib, dari satu sisi kemungkinan mendapatkan respon baik dengan pengembangan Pramuka menjadi lebih baik. Namun juga karena Pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib yang harus dilaksanakan di setiap satuan pendidikan, kemungkinan juga ada yang setengah hati atau merasa terpaksa. Hal tersebut merupakan tantangan khususnya bagi pembina Pramuka yang membina di satuan pendidikan. Oleh karena itu perlu dicari solusi bagaimana menyatukan semua aspek pendidikan yang dapat bersinergi dengan Pendidikan Kepramukaan. Dari pemaparan tersebut di atas, dapat kita tarik garis tengah mengenai apa yang akan dikaji dalam tulisan ini, yaitu bagaimana Pramuka Wajib dalam Kurikulum 2013? Bagaimana peran Pembina Pramuka dan guru yang dijadikan Pembina Pramuka? Dan bagaimana Perpaduan dan Relevansi Pramuka dalam Dunia Pendidikan?

Pramuka Wajib dalam Kurikulum 2013
Pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai Gerakan Pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup (UU RI Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 11). Pendidikan merupakan proses pembangunan suatu sistem nilai dalam ranah afektif yang selalu dalam keadaan instatu nascendi (dalam proses menjadi). Muaranya adalah kepemilikan kualitas sebagai manusia yang layak disebut manusia dan bersumber daya (Tri Kartika Rina dalam Djarab, 2004: 54). Pramuka sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler di sekolah sangat relevan sebagai wadah penanaman nilai karakter. Nilai karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan kepramukaan adalah nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, 2014: 20).
Dalam Kurikulum 2013, pendidikan Kepramukaan ditetapkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan Kepramukaan merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang secara sistematik diperankan sebagai wahana penguatan psikologis-sosial-kultural (reinfocement) perwujudan sikap dan keterampilan kurikulum 2013 yang secara psikopedagogis koheren dengan pengembangan sikap dan kecakapan dalam pendidikan Kepramukaan. Dengan demikian pencapaian Kompetensi Inti Sikap Spiritual (KI 1), Sikap Sosial (KI 2), dan Keterampilan (K3) memperoleh penguatan bermakna (meaningfull learning) melalui fasilitasi sistematik-adaptif pendidikan Kepramukaan di lingkungan satuan pendidikan (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 1-2).
Dalam implementasi kurikulum 2013, kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan dapat diimplemasikan dalam 3 model, yaitu (1) Sistem Blok[2] yang dilaksanakan pada awal masuk sekolah; (2) Sistem Aktualisasi[3] proses pembelajaran setiap mata pelajaran ke dalam Pendidikan Kepramukaan; dan (3) Sistem Reguler[4] bagi peserta didik yang memiliki minat serta ketertarikan menjadi anggota Pramuka (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, 2014: 11-12). Mengacu Permendikbud RI Nomor 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013, lampiran III dijelaskan bahwa fungsi kegiatan ekstrakurikuler Pramuka adalah kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan memiliki fungsi pengembangan[5], sosial[6], rekreatif[7], dan persiapan karir[8].
Koherensi proses pembelajaran yang memadukan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, didasarkan pada dua alasan dalam menjadikan pendidikan Kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib. Pertama, dasar legalitasnya jelas, yaitu Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Kedua, pendidikan Kepramukaan mengajarkan banyak nilai-nilai, mulai dari nilai-nilai Ketuhanan, kebudayaan, kepemimpinan, kebersamaan, sosial, kecintaan alam, hingga kemandirian. Dari sisi legalitas pendidikan Kepramukaan merupakan imperatif yang bersifat nasional, sebagi hal itu tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 2).
Dari pemaparan tersebut di atas, sebenarnya pemerintah menyadari akan pentingnya pendidikan untuk generasi penerus bangsa, salah satunya juga melihat Pramuka. Pramuka atau juga Kepanduan yang telah berperan juga dalam sejarah bangsa Indonesia, dari pra-kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan hingga saat ini, dianggap oleh pemerintah sangat relevan dalam membangun pendidikan karakter. Diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka dan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat nilai-nilai positif dalam kegiatan Pramuka yang dinilai akan membawa nilai positif dalam pembentukan karakter bangsa. Namun pada kenyataannya, Pramuka yang dijadikan sebagai ekstrakurikuler wajib di setiap satuan pendidikan memiliki banyak dampak baik bagi guru maupun peserta didik.
Tidak semua satuan pendidikan siap akan Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib, karena juga tidak semua satuan pendidikan jangankan memiliki gugusdepan ekstrakurikuler Pramuka pun tidak semuanya ada, apalagi memiliki pembina Pramuka yang mau dan mampu membina Pramuka dengan baik. Akhirnya banyak satuan pendidikan yang mencari pembina Pramuka dadakan atau bahkan memberdayakan para guru untuk membina Pramuka. Selain itu juga akan memengaruhi kondisi psikis peserta didik yang setengah hati mengikuti ekstrakurikuler wajib Pramuka. Pasti ada rasa tidak senang maupun tidak dengan ikhlas mengikuti kegiatan Pramuka, yang akhirnya menganggap sepele Pramuka tersebut. Di sinilah pentingnya peran semua komponen satuan pendidikan dan pembina Pramuka untuk sekreatif mungkin membuat ekstrakurikuler wajib Pramuka dapat diminati dan disenangi oleh seluruh peserta didik, sehingga tujuan dari pemerintah mewajibkan ekstrakurikuler Pramuka untuk membentuk karakter baik peserta didik dapat terwujud dengan baik.

Peran Pembina Pramuka dan Guru yang Dijadikan Pembina Pramuka
Dalam penerapannya, guru dan pembina Pramuka sudah seharusnya saling bekerja sama dalam mengembangkan pendidikan Kepramukaan di satuan pendidikan. Guru sebagai pendidik formal di satuan pendidikan, sedangkan pembina Pramuka sebagai pendidik non-formal di satuan pendidikan. Oleh karena pelaksanaan Kurikulum  2013 dikembangkan secara terpadu, guru kelas atau guru mata pelajaran haruslah mempunyai kompetensi pendidikan Kepramukaan. Dengan begitu, guru dapat mengaitkan, menghubungkan, dan memadupadankan tema atau topik mata pelajaran dengan menu ekstrakurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan (Badang Penelitian dan Pengembangan, 2014: 13-14).
Gerakan Pramuka adalah gerakan pendidikan kaum muda yang menyelenggarakan kepramukaan dengan dukungan dan bimbingan anggota dewasa (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 2007: 13). Sehingga, dalam penyelenggaraan kegiatan Pramuka, tidak boleh lepas dari bimbingan orang dewasa dalam hal ini pembina, guru, maupun pihak-pihak terkait. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Kepramukaan di satuan pendidikan, diperlukan upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah, guru, dan pembina dalam mengelola pendidikan Kepramukaan. Peningkatan kemampuan tersebut dapat dilaksanakan melalui pola pengembangan dan penyegaran kompetensi yang terarah, terpadu, terus menerus, dan berkesinambungan (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 16).
Pembina Pramuka sebagai pendidik wajib memahami bahwa semua kegiatan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik merupakan pencerminan dari prinsip dasar Kepramukaan. Selain itu Pembina Pramuka wajib memahami: (1) Prinsip Dasar  Kepramukaan dan Metode Kepramukaan yang merupakan ciri khas yang membedakan pendidikan Kepramukaan dengan pendidikan lainnya, (2) Prinsip Dasar dan Metode Kepramukaan merupakan dua unsur proses pendidikan terpadu yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 18).
Ketika kita membahas mengenai pendidikan dan pengajaran di Indonesia, kita tidak akan lepas dengan peran Bapak Pendidikan Nasional, yaitu Ki Hadjar Dewantara yang juga dijadikan metode pendidikan dalam Gerakan Pramuka. Berangkat dari keyakinan akan nilai-nilai tradisional, Ki Hadjar Dewantara yakin bahwa pendidikan yang khas Indonesia haruslah berdasarkan citra nilai kurtural Indonesia juga. Maka ia menerapkan tiga semboyan pendidikan yang menunjukkan kekhasan Indonesia, yakni pertama Ing Ngarsa Sung Tuladha, artinya seorang pendidik selalu berada di depan untuk memberi teladan; Ing Madya Mangun Karsa, artinya seorang pendidik selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus memrakarsai/memotivasi peserta didiknya untuk berkarya, membangun niat, semangat, dan menumbuhkan ide-ide agar peserta didiknya produktif dalam berkarya; Tut Wuri Handayani, artinya seorang pendidik selalu mendukung dan menopang (mendorong) para muridnya berkarya ke arah yang benar bagu hidup masyarakat (Tauhid dalam Samho, 2013: 78). Senada dengan ketiga semboyan pendidikan tersebut, metode pendidikan yang cocok untuk membentuk kepribadian generasi muda di Indonesia adalah sepadan dengan makna paedagogik, yakni Momong, Among, dan Ngemong, yang berarti bahwa pendidikan itu bersifat mengasuh (Samho, 2013: 78).
Dalam menerapkan metode among, Ki Hadjar Dewantara menyampaikan pentingnya tritunggal fatwa pendidikan untuk hidup merdeka, yaitu pertama tetep, antep, dan mantep, artinya pendidikan adalah upaya terencana untuk membangun ketetapan pikiran dan batin subjek didik; kedua, membentuk mentalitas ngandel, kandel, kendel, dan bandel dalam diri subjek didik, artinya pendidikan menekankan pengolahan kematangan batiniah menumbuhkan rasa percaya diri (ngadel) dan membentuk pendirian yang teguh (kandel) pada subjek didik sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang berani dan tawakal, tidak menyerah; ketiga, pendidikan dilaksanakan untuk membangun kondisi neng, ning, nung, dan nang dalam kesadaran peserta didik, artinya upaya mendidik membentuk kesucian pikiran dan kebatinan subjek didik (neng), ketenangan hati (ning), dan membuat mereka menguasai diri (nung), dan kemenagan (nang) atas ego diri yang cenderung pongah dan serakah (Samho, 2013: 81-82).
Di sinilah perlu diingat untuk para pembina Pramuka atau pun guru yang dijadikan Pembina Pramuka untuk kembali ke kodrat pembina Pramuka yang menggunakan prinsip dasar dan metode kepramukaan dalam membina peserta didik. Pembina Pramuka yang berasal dari lulusan Kursus Mahir Pembina Pramuka Tingkat Dasar (KMD) maupun lulusan Kursus Mahir Pembina Pramuka Tingkat Lanjut (KML) minimal telah memiliki pemahaman mengenai prinsip dasar dan metode kepramukaan, serta memahami apa yang harus dilaksanakan ketika merencanakan maupun melaksanakan kegiatan Pramuka. Sedangkan untuk guru yang dijadikan pembina Pramuka, maka perlu harus berlatih dan memahami prinsip dasar dan metode kepramukaan. Guru di sini harus diawali dengan hati yang ikhlas dalam menjadi pembina Pramuka. Dipermantab dengan mengikuti kursus-kursus baik KMD maupun KML dalam usaha memperbaiki kualitas menjadi pembina Pramuka. Yang menjadi masalah ketika guru yang dijadikan pembina Pramuka tidak memahami bagaimana Pramuka tersebut dan tidak tahu apa yang harus dilaksanakan dalam Kepramukaan. Dengan demikian, pelaksanaan ekstrakurikuler wajib tersebut serasa terpaksa maupun ala kadarnya atau hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.
Bagaimana filosofi “Guru” yang merupakan “Digugu lan ditiru”, juga dapat dijadikan sebagai pegangan dalam mendidik, mengajar, maupun membina Pramuka. Bagaimana peserta didik akan tertarik dengan apa yang disampaikan ketika seorang guru maupun pembina Pramuka tidak yakin akan dirinya atau pun tidak semangat dalam menyampaikan ilmunya. Sehingga, diperlukan keyakinan dan semangat yang tinggi yang juga dapat memengaruhi kondisi psikis peserta didik. Jangan sampai ada ragu-ragu maupun sikap yang kurang berwibawa maupun sikap kurang menyenangkan diharapan peserta didik, karena juga akan memengaruhi bagaimana peserta didik tertarik dengan ilmu apa yang kita sampaikan. Dengan demikian, perlu dipersiapkan baik materi yang akan disampaikan maupun kondisi penampilan baik guru maupun pembina Pramuka sebelum memulai kegiatan Pramuka. Selain itu juga selalu berikan motivasi maupun logika-logika berpikir positif sebagai penguatan hati peserta didik guna menambah semangat belajar dari peserta didik.

Perpaduan dan Relevansi Pramuka dalam Dunia Pendidikan
Lokus normatif ekstrakurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan dalam Kurikulum 2013 berada pada konseptual-normatif dari mandat Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Secara substantif-pedagogis, filosofi dan tujuan Pendidikan Nasional memiliki koherensi dengan tujuan Gerakan Pramuka, dalam hal bahwa keduanya mengusung komitmen kuat terhadap penumbuhkembangan sikap spiritual, sikap sosial, dan keterampilan/kecakapan  sebagai insan dan warga negara Indonesia dalam konteks nilai dan moral Pancasila (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 7).
Sebenarnya ketika ada kerja sama antara guru mata pelajaran dengan pembina Pramuka, maka pembelajaran yang diharapkan pemerintah akan menjadi baik dan sukses terwujud. Kegiatan Pramuka menjadi praktiknya, sedangkan mata pelajaran sebagai teorinya. Atau pun Pramuka menjadi pelengkap dari materi pendidikan di satuan pendidikan yang belum didapatkan dalam materi pada mata pelajaran. Apabila hal tersebut dapat disinergikan, maka tidak ada kata terpaksa maupun rasa setengah hati baik dari guru maupun peserta didik dalam ranah pendidikan yang dilaksanakan pada tiap satuan pendidikan.
Dalam hal pendidikan formal di sekolah, yaitu mata pelajaran yang diajarkan oleh guru. Tidak harus Pramuka menjadi sebuah momok bagi yang merasa terpaksa. Namun, dapat disinergikan dengan Pramuka. Semisal pada pendidikan menengah atas, ketika ada mata pelajaran sejarah mengenai sejarah bangsa Indonesia, pada mata pelajaran sejarah materi yang disampaikan adalah sejarah Indonesia berkaitan dengan peristiwa-peristiwa fisik. Namun, akan lebih baik apabila disinergikan juga dengan Pramuka, bahwa di Pramuka merupakan pelengkap dalam pemantaban materi sejarah tersebut, misalnya adalah mengenai sejarah bendera kebangsaan Indonesia. Contoh lain sinergitas antara pelajaran matemarika dengan tekpram, misal mengenai materi triginometri dapat disinergikan dengan materi menaksir yang dalam hal ini, mata pelajaran matematika sebagai teori dan tekpram sebagai praktik. Semisal lagi berkaitan dengan olah raga, adanya praktik berenang dalam mata pelajaran sekolah, maka dapat dijadikan sebagai syarat pemenuhan pengisian syarat kecakapan umum (SKU) berkaitan dengan olah raga berenang. Dari beberapa contoh tersebut sebenarnya telah menunjukkan bahwa Pramuka dan sekolah memiliki relevansi dalam dunia pendidikan yang sama-sama memberikan dampak positif bagi pendidikan. Sehingga, Pramuka dan sekolah dapat dipadukan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013.
Pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai Gerakan Pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup (UU RI Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 11). Jelas sudah bahwa memang Pendidikan Kepramukaan menurut amanat Undang-Undang Republik Indonesia dimasukkan dalam sistem pendidikan nasional dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai. Sehingga, secara sederhana sebenarnya Pramuka dalam sistem pendidikan nasional diharapkan lebih pada penguatan pendidikan nilai. Dengan demikian, peserta didik diharapkan tidak saja hanya baik dan cerdas dalam intelektualitasnya, namun juga memiliki kecerdasan emosiaonal, memiliki karakter pribadi luhur yang baik.
Penutup
Pramuka merupakan organisasi kepemudaan yang resmi dari pemerintah yang memiliki payung hukum mulai dari Keppres RI Nomor 238 Tahun 1961 hingga payung hukum Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2013 tentang Gerakan Pramuka. Dengan demikian, Pramuka menjadi tangung jawab bersama dalam pelaksanaannya. Dengan berlakunya Kurikulum 2013 dan sesuai dengan Lampiran III Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum, Pramuka dijadikan ekstrakurikuler wajib pada setiap satuan pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Oleh sebab itu peran satuan pendidikan juga sangat penting demi terlaksananya kebijakan tersebut dengan baik. Dengan ekstrakurikuler wajib Pramuka dalam kurikulum 2013, diharapkan adanya perpaduan yang baik antara mata pelajaran umum di sekolah dengan kegiatan Pramuka yang saling mendukung dalam ranah pendidikan karakter.




Daftar Rujukan
Badan Penelitian dan Pengembangan. 2014. Pedoman Penyelenggaraan Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan di Satuan Pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Djarab, Hendarmin (Ed). 2004. Guru & Pramuka Untuk Bangsa: 85 Tahun Let.Jend. TNI (Purn) H. Mashudi (Sept. 1919-Sept. 2004). Bandung: Forum Putera Puteri TNI (FKPPI) dan Fakultas Hukum Unpad.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. 2007. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Gugusdepan Gerakan Pramuka.
Lampiran III Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum.
Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan. 2014. Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Kepala Sekolah: Pendidikan Kepramukaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Samho, Bartolomeus. 2013. Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Tantangan dan Relevansi. Yogyakarta: Kanisius.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka.


[1] Artikel untuk memenuhi tugas Kursus Pelatih Pramuka Tingkat Dasar (KPD) Jawa Timur , 8-13 Mei 2015.
[2] Sistem blok adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan pada awal peserta didik masuk di satuan pendidikan. Sistem blok ini dilakukan dengan alokasi waktu 36 jam pelajaran karena sifatnya baru pengenalan (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, 2014: 13).
[3] Sistem aktualisasi adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan dengan mengaktualisasikan kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan dengan metode dan prinsip dasar kepramukaan. Dilaksanakan setiap satu minggu sekali dan setiap kali kegiatan dilaksanakan selamat 120 menit (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, 2014: 13-14).
[4] Sistem reguler adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan pada Gugusdepan (Gudep) yang ada di satuan pendidikan dan merupakan kegiatan pendidikan kepramukaan secara utuh. Oleh karena itu apabila satuan pendidikan memilih sistem reguler dan belum memiliki Gudep, maka harus terlebih dahulu menyiapkan sistem pengelolaan pendidikan kepramukaan melalui Gudep (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, 2014: 15).
[5] Mendukung perkembangan personal peserta didik melalui perluasan minat, pengembangan potensi, dan pemberian kesempatan untuk pembentukan karakter dan pelatihan kepemimpinan.
[6] Mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
[7] Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dalam suasana rileks, menggembirakan, dan menyenangkan sehingga menunjang proses perkembangan perkembangan peserta didik.
[8] Mengembangkan kesiapan karir peserta didik melalui pengembangan kapasitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar